Bagikan:

JAKARTA - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, mau tidak mau membuat para pekerja angkutan darat, khususnya transportasi umum kian lesu. Banyak pemilik armada, sopir, hingga kenek bus kehilangan pendapatan akibat kebijakan pembatasan pergerakan manusia sebagai upaya pencegahan penularan COVID-19.

Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menuturkan besarnya penurunan aktivitas operasi kendaraan. Dari 85.902 armada angkutan umum yang terdaftar, kini hanya tinggal 8.500 angkutan yang masih sanggup beroperasi. 

Bahkan, pengoperasian bus antarkota dan antarprovinsi (AKAP), antar jemput antarprovinsi (AJAP), dan pariwisata saat ini lumpuh seratus persen. Sejak 30 Maret, Pemprov DKI menghentikan sementara waktu operasional bus dengan trayek asal dan tujuan Jakarta tersebut.

Jika masih ada operator bus, baik AKAP, AJAP, dan pariwisata yang mengoperasionalkan armada bus mereka, maka akan dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku. "Semua moda angkutan umum sudah tidak mampu lagi mempertahankan kelangsungan hidup usahanya," kata Shafruhan, dihubungi Rabu, 8 April.

"Sehingga, tenaga kerja di sektor industri transportasi terancam tidak berpenghasilan atau terancam PHK," tambah dia.

Foto ilustrasi Jakarta di masa pandemi (Angga Nugraha/VOI)

Harapan

Pemprov DKI memang tidak sepenuhnya menghentikan arus transportasi. Angkutan umum lain, seperti mikrolet, taksi, bajaj, angkutan sewa, dan angkutan barang masih bisa beroperasi. 

Namun, kata Shafruhan, pendapatan angkutan umum ini sudah terpuruk akibat dampak dari kebijakan belajar dan bekerja dari rumah, penutupan fasilitas umum dan tempat hiburan, serta penghentian kegiatan keagamaan. "Dengan adanya kebijakan stay at home itu kan mengurangi mobilitas transportasi angkutan umum, akibat dari mobilitas masyarakat yang berkurang," ucap dia. 

Ketika masyarakat tidak keluar rumah dan menaiki transportasi umum, otomatis mereka kehilangan pendapatan. Oleh karenanya, Shafruhan meminta Anies memberikan insentif maupun stimulus yang mampu membantu penghidupan pekerja angkutan umum.

Pertama, Shafruhan meminta Anies membebaskan biaya BBN-KB dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan membebaskan semua retribusi daerah angkutan umum. Ia juga meminta Pemprov DKI tetap membayar penuh operator angkutan yang sudah berkontrak dengan Transjakarta (Jaklingko), dan memberikan bantuan berupa BLT kepada seluruh pekerja angkutan umum sebagai jaring pengaman sosial. 

"Kami berharap, ini menjadi prioritas utama Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk dapat direalisasikan. Ini kan berbicara soal perut. Itu sensitif sekali. Jika tidak terpenuhi, saya khawatir akan ada kerusuhan sosial," tutup dia.