Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Jepang menilai perlu mempertimbangkan keinginan Pemerintah Prefektur Tokyo dan Prefektur Osaka, terkait dengan status darurat COVID-19, seiring dengan lonjakan kasus infeksi yang terjadi.

Lonjakan kasus COVID-19 ini juga membayangi rencana penyelengggaraan Olimpiade Tokyo yang akan dihelat pada Juli mendatang, setelah ditunda pelaksanaannya karena pandemi COVID-19 dari yang harusnya tahun lalu. 

Memasuki Bulan April ini, Osaka, Tokyo dan delapan prefektur lainnya berada dalam status mendekati darurat, untuk mengendalikan penyebaran COVID-19. Restoran dan bar tutup lebih cepat, sementara pekerjaan diserukan untuk dilakukan dari jarak jauh. 

Namun, upaya tersebut sejauh ini belum membuahkan hasil. Hari Minggu kemarin, Osaka melaporkan rekor 1.220 kasus infeksi baru COVID-19, atau dua minggu setelah pembatasan. Penyebabnya, diduga terkait temuan kasus mutasi virus corona E48K yang ganas dalam penularan.  

"Hasil dari tindakan ini seharusnya sudah muncul sekarang," kata Gubernur Osaka Hirofumi Yoshimura kepada wartawan dalam komentar yang disiarkan secara online, melansir Reuters, Senin 19 April.

"Layanan medis juga dalam keadaan yang mengerikan, dan kami telah memutuskan bahwa kami memerlukan keadaan darurat. Kami membutuhkan tindakan yang lebih kuat seperti yang akan menghentikan pergerakan orang," ungkapnya. 

Yoshimura mengatakan, prefektur terpadat ketiga di Jepng tersebut akan mengajukan permintaan resmi status darurat kepada Pemerintah Jepang Selasa besok.

Setali tiga uang, Tokyo juga mempertimbangkan permintaan keadaan darurat. Ini diungkapkan oleh Gubernur Tokyo Yuriko Koike. Kepada wartawan Minggu malam Ia menyebut, kondisi saat ini merupakan langkah mundur di tengah upaya mengendalikan pandemi jelang Olimpiade Tokyo.

"Mengambil tindakan pencegahan sangat penting saat ini," kata Koike. 

Untuk diketahui, Tokyo melaporkan 543 kasus baru infeksi COVID-19 pada Hari Minggu, hari ke-18 berturut-turut meningkat dalam tujuh hari.

Dalam jajak pendapat TV Asahi yang diterbitkan Senin, lebih dari separuh responden mengatakan mereka yakin pembatasan "semi-darurat" tidak efektif.

Sementara itu, ditanya tentang kemungkinan permintaan dari Osaka dan Tokyo, Kepala Sekretaris Kabinet Katsunobu Kato, juru bicara utama pemerintah mengatakan, seruan seperti itu perlu dipertimbangkan 'secepatnya'.