Bagikan:

JAKARTA - Komnas HAM mengeluarkan kertas kebijakan perlindungan dan pemenuhan HAM petugas pemilu usai pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi menyebut kertas kebijakan didasarkan pada kasus-kasus kematian petugas pemilu ad hoc.

Dalam pelaksananan Pemilu Serentak 2024, tercatat petugas pemilu yang terdiri dari anggota PPK, anggota PPS, dan anggota KPPS yang meninggal dunia sebanyak 181 orang.

Angka ini masih lebih rendah dari pelaksanaan Pemilu 2019, di mana petugas pemilu yang meninggal sebanyak 894 orang. Namun, menurut Pramono, angka ini masih cukup tinggi.

"Kita tahu datanya menurun cukup drastis karena ada sejumlah langkah yang memang sudah diambil oleh KPU dari perbaikan perbaikan secara teknis, tetapi angka kematian itu masih cukup tinggi padahal kita tahu hak hidup itu adalah hak ham paling dasar bagi semua manusia," ungkap Pramono di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 15 Januari.

Komisioner Komnas HAM Saurlin Siagian menguraikan, petugas pemilu memiliki beban kerja yang sangat tinggi dan waktu kerja yang panjang. Menurut Komnas HAM, beban kerja dan waktu kerja petugas pemilihan dimulai sejak tahapan persiapan hingga tahapan pelaksanaan rekapitulasi perolehan suara tidak sebanding dengan jumlah petugas pemilu.

Dalam penyelenggaraan pemilu saat ini, Saurlin menyebut para petugas pemilu memerlukan ketelitian dan konsentrasi tinggi dalam memproses dan pencatatan untuk menjamin akurasi perolehan suara. Sementara, kesehatan dan keselamatan kerja petugas pemilu belum diprioritaskan.

"Pengaturan dan perencanaan penyelenggara pemilu hanya terfokus pada kebutuhan perlengkapan pemungutan dan penghitungan suara sah, sementara kebutuhan dasar petugas pemilu seperti jaminan kesehatan fisik dan mental serta keselamatan kerja belum menjadi prioritas pemerintah dan penyelenggara pemilu," tutur Saurlin.

Karena itu, Komnas HAM memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah. Salah satunya adalah mengevaluasi desain penyelenggaraan pemilihan serentak.

"Mendorong adanya design ulang keserentakan pemilu dan pilkada untuk meminimalisir potensi pelanggaran hak asasi manusia yang selama ini terus terjadi, baik berdasarkan pengalaman pemilu 2019 maupun pemilu 2024 berdasarkan pertama soal pemisahan antara pemilu nasional dan juga pemilu daerah," jelas Saurlin.

Selain itu, Komnas HAM juga menyarankan penambahan jumlah petugas pemilu, perbaikan proses rekrutmen petugas pemilu, serta manajemem waktu dan penguatan psikologi serta keterampilan yang efektif pada petugas pemilu.

Tak hanya itu, diperlukan juga penguatan kesiapsiagaan infrastruktur kesehatan yang terdiri dari kesiapsiagaan petugas kesehatan, kemudian pendirian pos kesehatan, mekanisme rujukan rumah sakit terutama mekanisme rumah sakit tidak hanya terdekat tetapi juga yang layak dan kesiapsiagaan penyediaan obat-obatan dasar.

"Memastikan pembatasan beban kerja bagi petugas pemilu. Jadi petugas pemilu tidak boleh lagi diberikan beban-beban lain selain tugas-tugas yang memang itu menjadi bagian dari tugas pemilu yang sudah cukup berat," urainya.