JAKARTA - Pemilu serentak dan Pilkada serentak pada 2024 telah ditetapkan masing-masing 14 Februari dan 27 November. Komnas HAM meminta penyelenggara dan pihak terkait mengantisipasi potensi bencana alam pada saat digelarnya pesta demokrasi lima tahunan itu.
Ketua tim pemantauan pemenuhan hak konstitusional warga negara Komnas HAM Hairansyah Akhmad menyampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) harus berkoordinasi terkait mitigasi dan pencegahan tersebut.
"Pelaksanaan pemilihan pada bulan Februari dan November yang biasanya menjadi puncak musim hujan di Indonesia, maka koordinasi dengan pemerintah, terutama dengan BNPB di daerah untuk memitigasi kondisi cuaca dan kebencanaan yang mungkin terjadi pada penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2024 itu dilakukan secara maksimal," kata Hairansyah dalam konferensi pers, disiarkan di kanal YouTube Humas Komnas HAM RI, Kamis 10 November.
Dengan demikian, Hairansyah mengatakan kemungkinan terjadinya kebencanaan yang berakibat hilangnya nyawa atau terancamnya keselamatan publik bisa diantisipasi sejak awal atau diminimalkan.
“Mengingat pada Pemilu 2020 lalu, di mana pandemi di Indonesia mencapai puncaknya, salah satu rekomendasi Komnas HAM saat itu adalah mendorong pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk melakukan protokol kesehatan,” ucap Hairansyah.
BACA JUGA:
Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan KPU untuk memastikan kelompok rentan dapat menggunakan hak pilihnya secara maksimal melalui perlakuan khusus atau afirmatif action dalam hal pendataan pemilih, pengadaan TPS khusus, hingga pembuatan akses TPS.
“KPU penting untuk melindungi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas,” ucap Hairansyah.
Pihaknya juga meminta kepada Komnas HAM untuk memperhatikan hak pilih milik tahanan, pasien rumah sakit, hingga kelompok masyarakat adat. Dengan menyediakan data pemilih yang akuntabel, tutur Hairansyah, mereka dapat menggunakan hak konstitusinya secara baik.
“Dalam beberapa kasus pada Pemilu 2018, 2019, 2020, masih terjadi pencatatan data pemilih yang belum maksimal, sehingga mengancam para pemilih,” kata Hairansyah.