JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk minta percepatan penghitungan kerugian negara.
Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat disinggung banyaknya kasus yang belum selesai penghitungan kerugian negara, seperti dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) hingga pengadaan rumah jabatan anggota DPR RI. Lambannya proses ini membuat para tersangka dalam kasus ini tak kunjung ditahan.
"Pimpinan saat ini ke depan tentunya akan berkoordinasi dengan Pimpinan BPKP, BPK," kata Tessa kepada wartawan yang dikutip pada Selasa, 7 Januari.
Tessa bilang Pimpinan KPK periode 2024-2029 siap duduk bersama BPKP dan BPKP untuk mencari solusi. "Apa yang terbaik untuk pelaksanaan kegiatan penghitungan kerugian negara ke depan," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK belum menahan tersangka dalam kasus yang berkaitan dengan pasal kerugian negara. Di antaranya adalah korupsi pengadaan lahan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang dilaksanakan PT Hutama Karya (Persero) tahun 2018-2020.
Sumber VOI menyebut, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) disebut belum melaksanakan tugasnya menghitung kerugian negara. Surat tugas belum dikeluarkan lembaga itu dengan dalih menunggu proses kasasi gugatan perdata perusahaan yang terlibat dalam kasus ini.
SEE ALSO:
Kemudian, surat tugas juga belum dikeluarkan BPKP untuk menghitung kerugian negara di kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Hal ini sudah dibenarkan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika yang tidak tahu alasan pasti belum diterbitkannya surat tersebut. Namun, kondisi ini disebutnya membuat kemungkinan menggunakan akuntan forensik internal terbuka meski keputusan akhirnya ada di tangan penyidik.