JAKARTA - Eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengaku tak ada pertanyaan baru dari penyidik yang memeriksanya hari ini.
Hal ini disampaikan Wahyu usai menjalani pemeriksaan sejak pukul 12.30 WIB hingga pukul 18.WIB atau sekitar enam jam. Ia dicecar sebagai saksi dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan yang menjerat Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.
"Saya ditanya pertanyaan yang mengulang-ulang dari pertanyaan sebelumnya. Jadi tidak ada informasi baru yang saya berikan," kata Wahyu kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 6 Januari.
Meski begitu, Wahyu diberi kesempatan untuk mengecek pernyataannya yang sudah pernah disampaikan di hadapan penyidik. "Sehingga, pada dasarnya pemeriksaan saya sudah rampung dan tidak ada hal baru yang sampaikan karena sudah saya sampaikan sebelumnya," tegasnya.
Saat disinggung soal materi pemeriksaan itu, Wahyu tak mau banyak menjawab. Ia hanya menyebut sudah bersikap kooperatif.
Tapi, dia mengamini mengenal Hasto meski tak ada perbincangan terkait proses suap. "Saya menyampaikan saya kenal baik. Saya tidak bisa menutupi fakta-fakta beliau senior-senior saya. Saya kenal baik," tegasnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah selaku kader PDIP dan pengacara sebagai tersangka dugaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI.
Mereka diduga ikut serta menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk memuluskan langkah Harun Masiku menjadi anggota dewan.
Selain itu, Hasto juga jadi tersangka perintangan penyidikan. Dia diduga melakukan sejumlah cara untuk membuat perkara tidak selesai, salah satunya meminta Harun merusak ponselnya dan kabur setelah operasi tangkap tangan (OTT) digelar.
Dalam kasus ini, Hasto dan Donny belum ditahan tapi sudah dicegah ke luar negeri untuk enam bulan. Larangan yang sama juga berlaku untuk eks Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) era Presiden Joko Widodo, Yasonna H Laoly.