Bagikan:

JAKARTA - Militer Korea Selatan menilai peluncuran rudal oleh Korea Utara pada Hari Senin sebagai provokasi, dengan dugaan rudal yang ditembakan jenis hipersonik.

Korut menembakkan rudal yang diduga jenis hipersonik ke arah Laut Timur pada Hari Senin, kata Kepala Staf Gabungan (JCS), menjadi provokasi pertama Pyongyang tahun ini.

JCS mengatakan mereka mendeteksi peluncuran rudal balistik jarak menengah (IRBM) yang diduga sekitar pukul 12 siang dari wilayah Pyongyang dan rudal itu terbang sekitar 1.100 kilometer sebelum jatuh ke perairan.

Meskipun jangkauan terbang rudal itu kurang dari 3.000 hingga 5.500 km yang biasanya ditempuh oleh IRBM, rudal itu diduga memiliki karakteristik yang mirip dengan rudal hipersonik jarak menengah Korea Utara yang diluncurkan pada Bulan Januari dan April tahun lalu, kata seorang pejabat JCS.

Jika dipastikan sebagai rudal hipersonik, itu akan menjadi jangkauan terjauh yang ditempuh oleh rudal Korea Utara sejenisnya.

"Di bawah postur pertahanan gabungan Korea Selatan-AS yang kuat, militer kami akan memantau dengan saksama berbagai aktivitas Korea Utara sehingga tidak salah menilai situasi keamanan saat ini," kata JCS dalam sebuah pesan kepada wartawan, sambil mengecam peluncuran tersebut sebagai "provokasi yang jelas," dikutip dari The Korea Times 6 Januari.

Peluncuran itu terjadi saat Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengunjungi Seoul untuk berunding dengan mitranya dari Korea Selatan tentang upaya untuk mencegah ancaman Pyongyang, di tengah kekacauan politik di Negeri Ginseng terkait kisruh politik yang dipicu oleh pemberlakuan darurat militer oleh Presiden Yoon Suk-yeol 3 Desember lalu.

Para pejabat Korea Selatan telah memperingatkan, Korea Utara dapat memanfaatkan krisis politik dengan terlibat dalam aktivitas militer dan meningkatkan ketegangan lintas batas.

Ancaman terbaru juga muncul dua minggu sebelum Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump menjabat pada 20 Januari.

Diketahui, Korea Utara terakhir kali menembakkan beberapa rudal balistik jarak pendek ke Laut Timur pada 5 November, tepat sebelum pemilihan Presiden AS.

Dalam pertemuan partai akhir tahun, Korea Utara menyatakan akan melaksanakan strategi penanggulangan "terberat" terhadap Amerika Serikat, dengan mengklaim kerja sama militer antara Korea Selatan, AS dan Jepang telah berkembang menjadi "blok militer untuk agresi."