Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum, Razilu mengatakan, fungsi DKJKI adalah untuk melindungi mereka yang telah mengajukan permohonan kekayaan intelektual.

Dari produk atau kekayaan intelektual yang telah didaftarkan, kata Razilu, negara lantas memberikan perlindungannya apabila mendapatkan laporan adanya tindakan plagiat yang merugikan pemilik kekayaan intelektual.

"Mereka yang telah mengajukan permohonan kekayaan intelektual maka telah dilindungi dan perlu ditindak siapa saja yang melakukan pemalsuan. Itulah fungsi dari DJKI," tuturnya usai melakukan pemusnahan barang bukti sitaan yang imitasi, belum lama ini.

Dari beberapa kekayaan intelektual yang harus didaftarkan dan dilindungi oleh DJKI, salah satunya adalah merek.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ok. Saidin, SH, M.Hum menerangkan, Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

"Merek menjadi komponen penting dalam sebuah bisnis karena menjadi tanda pengenal. Selain itu merek juga menjadi alat promosi sekaligus jaminan mutu produk bagi sebuah perusahaan. Di Indonesia, perlindungan terhadap merek diatur dalam UU No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG), di mana syarat-syarat pendaftaran merek diatur dalam Pasal 21," terang Ok Saidin.

Merek perlu di daftarkan ke DJKI. Pendaftaran merek memiliki banyak manfaat, seperti menjadi alat bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan; dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenisnya; dan dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenisnya.

Pun demikian, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Prof. M. Hawin, SH., LL.M., Ph.D. menambahkan, ada juga merek yang pendaftarannya bisa ditolak oleh DJKI. Salah satunya karena Merek yang didaftarkan memiliki itikad tidak baik.

“Karena misalnya merek itu pendaftarannya punya itikad tidak baik. Kemudian merek itu sama pada pokoknya dengan merek lain. Contohnya kaso. Kaso itu merek yang sudah terdaftar, tapi ada misalnya KasoMax. Itu jelas punya persamaan pada pokoknya dengan merek kaso. Nah itu harus ditolak pendaftarannya,” jelas Hawin.

Ia menambahkan, secara garis besar, pendaftaran merek berfungsi untuk melindungi merek dan mencegah perusahaan menderita kerugian finansial dan reputasi.

Kendati demikian, hal itu tak bisa menjamin merek bisa terbebas dari pemalsuan, peniruan, pendomplengan atau klaim kepemilikan dari pihak lain. Karena pada faktanya, sering kali terjadi sengketa merek dagang yang sama atau mirip antara dua pihak.

Salah satu kasusnya adalah sengketa merek KASO vs KasoMAX. Jika melihat perjalanan sengketa, kasus KASO vs KasoMAX menarik untuk dipelajari. Dimulai dari awal mula pendaftaran merek ke DJKI, masuk ke ranah pengadilan niaga, diputus oleh MA, hingga sampai ke ranah pidana.