JAKARTA - Rusia akan menggunakan "cara militer yang lebih kuat" dalam perangnya dengan Ukraina jika Amerika Serikat dan sekutunya gagal menyadari hal itu tidak dapat diuji tanpa batas waktu, kata Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov Hari Rabu.
"Risikonya tinggi dan terus meningkat, dan itu cukup mengganggu," kata jelasnya dalam wawancara dengan CNN, menambahkan ketegangan geopolitik saat ini tidak pernah terdengar bahkan "pada puncak Perang Dingin," seperti dilansir 5 Desember.
Lebih lanjut dia mengatakan, "tidak ada solusi ajaib" untuk konflik tersebut. Ia mengklaim ada kurangnya akal sehat dan "pengekangan di Barat, khususnya AS, di mana orang-orang tampaknya meremehkan tekad kita untuk mempertahankan kepentingan keamanan nasional inti kita."
Risiko eskalasi militer tidak boleh diremehkan dan bergantung pada keputusan di Washington, kata Ryabkov, sambil mengutip "ketidakmampuan yang sangat jelas dari Pemerintah AS untuk benar-benar menghargai, Moskow tidak dapat ditekan tanpa batas waktu."
"Akan tiba saatnya ketika kita tidak akan melihat pilihan lain selain menggunakan cara militer yang lebih kuat," ujarnya, namun menambahkan eskalasi tidak mungkin terjadi "segera."
"Tetapi trennya ada di sana," katanya.
Mengenai Pemerintahan Presiden AS Joe Biden yang akan berakhir, Ryabkov mengatakan Rusia akan menanggapi setiap provokasi dan "menemukan cara untuk menegaskan keinginan kuat kami."
Rusia juga mengancam akan menyerang Ukraina lagi dengan rudal balistik berkemampuan nuklir "Oreshnik" yang digunakan Moskow dalam serangan besar-besarannya terhadap infrastruktur energi penting pada akhir November.
BACA JUGA:
Ryabkov mengatakan, Oreshnik "bukanlah rudal balistik strategis, melainkan rudal jarak menengah yang diuji dalam pertempuran."
Keputusan mantan Presiden AS Donald Trump pada tahun 2019 untuk menarik AS dari Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah, perjanjian pengendalian senjata yang telah berlangsung puluhan tahun antara AS dan Rusia, membuka jalan bagi Moskow untuk mengembangkan persenjataan balistik barunya, kata Ryabkov.
Jika bukan karena keputusan Trump, "tidak akan ada Oreshnik di tangan kami dan kami akan terkekang dalam kemampuan kami untuk mengembangkan senjata semacam itu," imbuh Ryabkov.