JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Gubernur Bengkulu nonaktif Rohidin Mersyah menggelar rapat dengan pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu terkait pencalonannya. Dugaan ini didalami dari delapan saksi yang diperiksa pada Senin, 2 Desember.
“Saksi hadir semua dan didalami terkait dengan pertemuan pertemuan prihal permintaan dari Gubernur RM untuk menjadi tim pemenangan dirinya dan pendalaman terkait permintaan pengumpulan dana untuk pemenangan Gubernur RM,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 3 Desember.
Adapun delapan saksi yang digarap penyidik itu adalah Kepala Biro Umum Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu Alfian Marteddy; PNS/Plt. Kepala Bapenda Provinsi Bengkulu Yudi Karsa; PNS/Kadis ESDM Provinsi Bengkulu Doni Swabuana; dan PNS/Kadis TPHP Provinsi Bengkulu M. Rizon.
Kemudian turut diperiksa juga PNS/Kepala BPKAD Provinsi Bengkulu Haryadi; PNS/Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu Syafriandi; PNS/Kepala Biro Pemkesra Provinsi Bengkulu Ferry Ernez Parera; dan PNS/Kadis Pendidikan Pemprov Bengkulu Saidirman. Mereka digarap di Polresta Bengkulu.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Provinsi Bengkulu pada Sabtu, 23 November dan membawa delapan orang untuk dimintai keterangan. Tiga orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, yakni Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan Evrianshah alias Anca yang merupakan Adc Gubernur Bengkulu.
Saat OTT dilakukan, penyidik menemukan uang senilai Rp7 miliar dalam pecahan mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura. Pemerasan dan penerimaan gratifikasi itu disebut untuk membiayai Rohidin yang kembali maju sebagai calon petahana.
Akibat perbuatannya, tiga tersangka ini disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP.