JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Rohidin Mersyah tak ada kaitannya dengan langkahnya sebagai calon petahana di Pilgub Bengkulu.
Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menanggapi sejumlah isu beredar yang menyebut penangkapan terkait Pilkada 2024. Adapun Rohidin Mersyah berpasangan dengan Meriani di Pilgub Bengkulu melawan Helmi Hasan dan Mian.
Helmi Hasan diketahui merupakan adik dari Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan. Dia sudah dua kali menjabat sebagai Wakil Gubernur Bengkulu.
"Bahwa tidak ada unsur politik dalam proses penegakan hukum yang dilakukan," kata Tessa kepada wartawan yang dikutip pada Rabu, 27 November.
Tessa menyebut operasi senyap tersebut dilakukan berdasarkan pelaporan yang masuk dari masyarakat. KPK juga mendapatkan dua alat bukti sebelum OTT dilaksanakan.
"Dalam hal ini (sudah dikantongi, red) minimal dua alat bukti untuk menindaklanjuti kegiatan tangkap tangan dan penerbitan surat perintah penyidikan untuk menetapkan tiga orang sebagai tersangka," tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.
"Jadi saya mengulangi bahwa KPK tidak bekerja berdasarkan orderan atau pesanan politik pihak tertentu," sambung Tessa.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya,KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Provinsi Bengkulu pada Sabtu, 23 November dan membawa delapan orang untuk dimintai keterangan. Tiga orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, yakni Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan Evrianshah alias Anca yang merupakan Adc Gubernur Bengkulu.
Saat OTT dilakukan, penyidik menemukan uang senilai Rp7 miliar dalam pecahan mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura. Pemerasan dan penerimaan gratifikasi itu disebut untuk membiayai Rohidin yang kembali maju sebagai calon petahana.
Akibat perbuatannya, tiga tersangka ini disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP.