Bagikan:

JAKARTA - Mantan menteri pertahanan Israel Yoav Gallant mengecam Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), terkait dengan surat perintah penangkapan terhadap dirinya dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terkait perang di Jalur Gaza, Palestina.

ICC yang berbasis di Den Haag, Belanda menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap PM Netanyahu, Gallant, serta Pemimpin Hamas Mohammed Diab Ibrahim Al-Masri yang juga dikenal sebagai Mohammed Deif, dengan tuduhan kejahatan perang di Gaza, pada Hari Kamis.

Surat perintah tersebut secara efektif melarang Netanyahu dan Gallant memasuki 124 negara anggota ICC. Israel dan AS sendiri diketahui bukan anggota pengadilan.

Dalam cuitannya di media sosial X, Gallant menuliskan, keputusan ICC yang dinilai keterlaluan akan dikenang sebagai aib, menempatkan Israel dan Hamas dalam posisi yang setara.

"Keputusan hari ini melegitimasi dan penghargaan atas pembunuhan, pemerkosaan serta penculikan anak-anak, wanita dan pria Israel," cuit Gallant, seperti dikutip 22 November.

Lebih jauh Gallant menuliskan, keputusan ini juga menjadi preseden berbahaya bagi demokrasi di seluruh dunia dalam perjuangan melawan terorisme.

Galant menuliskan, Israel tidak akan gentar, sudah lama berlalu hari-hari ketika bangsa Israel tidak dapat mempertahankan diri.

"IDF akan terus berjuang untuk mencapai tujuan perang ini: membubarkan Hamas, memastikan kembalinya para sandera, dan memungkinkan masyarakat utara Israel untuk kembali ke rumah mereka," tulis Gallant.

"Saya bangga dengan hak istimewa luar biasa yang saya miliki dalam memimpin lembaga pertahanan Israel selama masa tersulit kita - berperang di tujuh medan perang," lanjut Gallant.

"Saya mendukung pasukan kita yang akan terus beroperasi pada tingkat profesional dan moral tertinggi sambil membela Negara Israel," tandasnya.

Sebelumnya, Kepala Jaksa ICC Karim Khan telah mengumumkan pada Bulan Mei, pihaknya sedang mengupayakan penangkapan Netanyahu dan Gallant, serta tiga pemimpin Hamas yang kemudian terbunuh, dikutip dari The Times of Israel.