Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil merespons soal tidak adanya perwakilan dari sipil sebagai pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpilih periode 2024-2029.

Menurut Nasir, tidak ada aturan yang mengharuskan unsur pimpinan harus ada yang mewakili civil society organization (CSO).  

Seperti diketahui, Komisi III DPR menetapkan 5 calon pimpinan KPK yang baru. Mereka adalah Setyo Budianto (Irjen Kementan), Johanis Tanak (Wakil Ketua KPK periode 2019-2024), Fitroh Rohcahyanto (eks Direktur Penuntutan KPK), Agus Joko Pramono (Wakil Ketua BPK periode 2019-2023), dan Ibnu Basuki Widodo (Hakim Pengadilan Tinggi Manado).  

"Jadi lima orang itu, dua jaksa, satu hakim kemudian auditor dan polisi, jadi teman-teman CSO tidak terwakili. Karena memang tidak ada aturan yang mengharuskan seperti itu," ujar Nasir, Kamis, 21 November. 

Nasir menyebut, UU KPK tidak memberikan mandat pimpinan KPK harus mengakomodir perwakilan dari misalnya institusi penegak hukum atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lain sebagainya. 

"Jadi diserahkan saja kepada yang menyeleksi, baik di pemerintah maupun di DPR," sebutnya. 

Begitu pun Dewas KPK yang mayoritas diisi oleh penegak hukum. Nasir menyebut Dewas yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR telah diuji oleh Pansel.

 

Adapun Dewan Pengawas KPK terpilih yakni, Benny Jozua Mamoto (eks Ketua Harian Kompolnas), Chisca Mirawati (Anggota Asosiasi Bank Asing), Wisnu Baroto (Staf Ahli Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum), Gus Rizal (Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin), dan Sumpeno (Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta).  

"Ya sebenarnya dewas ada hakim, tidak semuanya juga penegak hukum. (Tapi) Paling tidak mereka sudah punya pengetahuan yang sama, jadi ini satu kelebihan sebenarnya, karena Capim KPK dan Dewas itu diuji barengan sama Pansel. Jadi barengan mereka itu diuji dan diseleksinya, tidak terpisah, jadi akhirnya memang diharapkan mereka sudah tidak punya gap lagi untuk bisa bersama-sama," kata Nasir. 

"Jadi ini sisi positif sehingga Dewas dan (pimpinan) KPK itu tidak lagi dua entitas yang berbeda. Jadi mereka itu sebenarnya satu, satu di gedung KPK, satu dewas satu KPK, satu mengawasi, satu diawasi. Jadi jangan sampai kemudian dewas merasa bukan bagian dari KPK, mereka satu namanya KPK, tapi fungsinya Dewas, satu lagi menjalankan tata kelola kelembagaan," papar dia.