Peluang Gibran Rakabuming Ikuti Jejak Langkah Jokowi
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka (Foto: Twitter @PEMKOT_SOLO)

Bagikan:

JAKARTA - Wali kota Solo Gibran Rakabuming Raka tampaknya tengah digodok menjadi sosok pemimpin baru republik ini. Nama Gibran kini mulai diperhitungkan oleh sejumlah elite dan parpol. 

Akhir-akhir ini, putra sulung Jokowi semakin menjadi perbincangan publik lantaran kinerjanya yang kerap didukung pejabat kawakan nasional. 

Setelah dilantik, beberapa tokoh politik memang banyak yang sudah bersilaturahmi dengan putra sulung Presiden Jokowi itu. Misalnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. 

Bahkan belum satu bulan dipimpin Gibran, Kota Solo dibanjiri kedatangan menteri. Seperti Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, menteri BUMN Erich Tohir, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Serta Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah. 

Paling disorot, Gibran bertemu dengan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Rumah Dinas, Loji Gandrung, Rabu, 7 April malam kemarin.

Gibran menyebutkan, terakhir kali Ahok bertandang ke Loji Gandrung terjadi pada 2012 silam dan bertemu ayahnya, Joko Widodo waktu menjabat sebagai wali Kota. Dalam pertemuan ini Gibran mengaku banyak diberi masukan oleh Komisaris Utama Pertamina. Salah satunya soal kepemimpinan (Leadership).

Lantas apakah merapatnya para elite ke Gibran menjadi sinyal dukungan Pilpres 2024?

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Andriadi Achmad, menilai peluang putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sangat besar dalam kancah perpolitikan Indonesia. 

Bahkan menurutnya, jabatan wali kota Solo masih terlalu rendah mengingat Gibran merupakan seorang putra mahkota.  

"Sebagai putra mahkota harusnya Gibran itu sudah langsung ke tingkat pusat, apakah anggota DPR atau Pilgub Jakarta atau Pilgub Jateng. Jadi posisi mengambil wali kota, menurut saya masih rendah sebagai putra mahkota," ujar Andriadi kepada VOI, Kamis, 8 April.

Melihat rekam jejak Jokowi, lanjut Andriadi, mantan wali kota Solo itu sudah membuka jalan bagi para kepala daerah untuk bisa langsung menjadi calon presiden RI. Sebab sebelumnya, pencapresan masih melingkupi sosok-sosok di ring satu Istana.

"Jokowi buka peta baru politik Indonesia. Dari wali kota, kemudian gubernur lalu presiden. Selama ini jadi presiden kan dari pusat aja, misal menteri atau panglima," jelasnya.

Direktur Eksekutif Political Communication Studies and Research Centre (PolCom SRC) itu menuturkan, Gibran bisa diproyeksi mengikuti jejak langkah Jokowi dibeberapa tahun mendatang. Ayah Jan Ethes itu, kata dia, bisa menaikkan level kepemimpinannya ditingkat provinsi sebagai gubernur Jawa Tengah. 

"Gibran, kemungkinan besar dia mengikuti jejak bapaknya, mungkin beda alur. Jadi sekarang itu dia wali kota kemudian bisa gubernur Jawa tengah, enggak mesti Jakarta," ungkap Andriadi.

Andriadi memahami, 2024 terlalu cepat bagi Gibran mencicipi kontestasi Pilpres. Akan tetapi, kakak Kaesang Pangarep itu sudah memiliki modal menjadi pemimpin kaum milenial dimana saat ini dia didapuk menjadi ketua umum KNPI.

"Kalau Jokowi ingin momentum (Pilpres 2024) lebih cepat ya (bisa). Dan andai parpol bisa mendukung karena parpol kan 20 persen. Dia di-plot jadi ketua umum KNPI itu sebagai batu pijakan. Saya pikir Gibran kalau tidak 2024 bisa 2034. Itu takdir politik ya mungkin perlu dipersiapkan," kata pengamat asal Bengkulu itu.

Lebih jauh, Andriadi menambahkan, Gibran bisa lebih berpeluang besar lagi apabila pengaruh Jokowi berlanjut hingga menjadi ketua umum PDIP. Bahkan Gibran bisa menjadi 'The Next Jokowi'. 

"Megawati ini kan sedang mencari sosok untuk gantikan internal maupun eksternal. Eksternal salah satunya Jokowi jika lepas dari presiden. Kalau Jokowi memegang perahu politik apakah itu PDIP atau yang lain tentu Gibran leluasa bisa jadi kandidat yang akan diusung ke depan," ungkap Andriadi.

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin, juga memproyeksi Wali kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2024.

"Kalau dilihat dari konstruksi politiknya, 2024 kan ada banyak kontestasi politik. Ada Pilkada, ada Pilpres. Artinya Gibran harus memilih salah satunya, apakah jadi gubernur Jateng, cagub DKI ataukah memang cawapres," ujar Ujang dihubungi VOI, Kamis 8 April.

Menurut Ujang, terlalu dini menetapkan Gibran sebagai capres 2024. Sebab, putra sulung Presiden Jokowi itu belum terlihat prestasinya dalam memimpin Solo yang baru berjalan beberapa bulan.

Akan tetapi, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review itu menilai, Gibran bakal ditempatkan PDIP di DKI Jakarta. "Saya punya insting akan jadi cagub DKI, begitu arahnya," jelas Ujang.

Alasannya, lanjut dia, DKI Jakarta merupakan ibu kota yang tentunya lebih mudah membawa Gibran maju sebagai capres daripada di Jawa Tengah. 

"Kelihatannya lebih bergengsi DKI karena ibu kota, untuk semua kontestasi di 2024," kata Ujang.

Ujang juga sependapat apabila kedatangan Ahok dan beberapa elite nasional disebut sebagai sinyal bakal dipinangnya Gibran menjadi calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2024 mendatang.

"Bisa saja, kita melihat banyak tokoh yang datang ke Gibran. Dari ketua partai bertemu dan ingin mendukung Gibran di DKI Jakarta. Itu sesuatu pernyataan yang bukan tiba-tiba, pasti sudah ada rencana sebelumnya. Atau merupakan testing on the water melihat respons masyarakat," jelas Ujang.

Menurutnya, PDIP sebagai parpol pengusung sejak dini sudah mulai membagi tugas pada para kadernya yang menjadi kepala daerah. Yakni, Ganjar Pranowo tetap di Jawa Tengah sementara Gibran Rakabuming ditarik ke DKI Jakarta. 

"Ini bagi-bagi tugas PDIP supaya menang di Jateng, menang juga di DKI. Begitu," papar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review itu.

Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno menilai isu tersebut terlalu awal untuk digulirkan. Mengingat, Gibran baru saja mengecap kepemimpinannya sebagai wali kota.

"Dalam politik, berbicara terlalu awal hanya menimbulkan suara berisik. Dalam politik, sense of timing ketajaman membaca momentum itu penting. Jadi, jangan membicarakan hal strategis sebelum tiba waktunya," ujar Hendrawan kepada VOI, Kamis, 8 April.

Legislator dari Jawa Tengah itu mengingatkan Gibran agar fokus saja menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah kota Solo.

"Sekarang tugas pejabat negara adalah memenuhi janji-janji kampanye dan sumpah jabatannya," ucap Hendrawan.

Menurut Hendrawan, kontestasi pemilu baik Pilkada maupun Pilpres masih lama untuk menjadi pembahasan parpolnya. Sehingga jika diseriusi hari ini, justru hanya menimbulkan kegaduhan sendiri.

"Masih tiga tahun orang sudah sibuk membaca sinyal. Terlalu dini, nanti kita seperti penari yang melenggak-lenggok karena tetabuhan yang tidak jelas juntrungannya," tandasnya.