Setelah 11 Tahun, Maladewa Berencana Legalkan Kembali Penangkapan Komersial Hiu
Ilustrasi Hiu. (Wikimedia Commons/Stormy Dog)

Bagikan:

JAKARTA - Setelah menerapkan larangan penangkapan hiu selama 11 tahun. Maladewa berencana untuk mengizinkan kembali penangkapan komersial salah satu pemangsa teratas di lautan tersebut.

Sebagai negara pulau yang mengandalkan pemasukan kas negara dari sektor pariwisata laut, hiu menjadi daya tarik utama wisatawan untuk menyelam bersama hewan eksotis ini. 

Namun, laporan penurunan populasi hiu di Maladewa membuat larangan penangkapan dikeluarkan pada tahun 2010. Larangan ini dikeluarkan untuk melindungi hiu dari kepunahan di Maladewa.

Sebelas tahun berlalu, Maladewa berencana untuk mencabut larangan ini. Menteri Perikanan Maladewa Zaha Waheed mengungkapkan, diskusi sedang berlangsung untuk memutuskan, apakah melegalkan penangkapan hiu akan memberikan manfaat ekonomi.

Ada juga kekhawatiran tentang populasi hiu yang berlebihan di perairan Maladewa, seiring dengan serangan hiu baru-baru ini. Waheed mengatakan, penangkapan hiu komersial menghadirkan strategi penghasil pendapatan yang menguntungkan bagi negara.

"Sangat sedikit negara yang menerapkan konservasi hiu. Karena ini adalah alat untuk menghasilkan keuntungan, kami tidak harus membatasi diri. (Kita bisa) membuka (penangkapan hiu) sebagai pengelolaan perikanan untuk jangka waktu tertentu. Dan, menangkap ikan tanpa membahayakan populasi hiu," jelasnya di Komite Parlemen Urusan Ekonomi, melansir Euronews.

ilustrasi hiu
Ilustrasi Hiu. (Wikimedia Commons/Shiyam ElkCloner)

Lima besar negara penangkap hiu terbesar di dunia adalah Indonesia, Spanyol, India, Meksiko dan Amerika Serikat, menurut Marine Stewardship Council. Hiu dipanen terutama untuk diambil daging dan siripnya, selain juga diburu untuk kulit, tulang rawan dan hatinya.

Seperti di belahan dunia lainnya, tahun 2020 adalah pengalaman yang belum pernah dialami oleh Maladewa. Krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat pandemi COVID-19, telah menyoroti kerentanan model ekonomi negara tersebut, menurut Bank Dunia.

Namun, langkah untuk mempertimbangkan melegalkan penangkapan hiu dalam upaya meningkatkan ekonomi telah mengejutkan para konservasionis dan penyelam laut. Sebagian besar percaya bahwa hiu lebih berharga jika hidup daripada mati, sehingga tidak dapat memahami strategi pemerintah.

Ilmuwan kelautan Callum Roberts lewat Twitter untuk menyebut potensi legalisasi sebagai kemunduran yang mengerikan. Sementara, penyelam scuba India Kanika Mohan Saxena mengatakan, legalisasi berbahaya sambil menyebut undang-undang ini tidak boleh disahkan.

Sebuah studi tahun 2019 tentang manfaat ekonomi penyelaman hiu di Maladewa melaporkan, pendapatan bisnis langsung dari penyelaman hiu sekitar 14,4 juta dolar Amerika Serikat atau 12,2 juta euro. Sementara, pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan terkait dan bisnis lokal diperkirakan mencapai 55 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar 46,5 juta euro.

ilustrasi hiu
Ilustrasi Hiu. (Wikimedia Commons/Alexander Vasenin)

Petualang alam liar Steve Backshall secara terbuka menentang penangkapan hiu secara tidak terkendali. Menjadi pendiri organisasi pelesatrian hiu Shark Trust di tahun 2014, 

"Saya memiliki hak istimewa yang luar biasa selama berjam-jam di bawah air, bersama hiu dalam berbagai bentuk dan ukuran. Setiap pertemuan benar-benar merupakan keajaiban. Dan saya telah belajar untuk tidak hanya menghormati, tetapi sangat mencintai makhluk yang agung dan menarik ini," tutur Backshall.

Backshall menambahkan, Uni Eropa juga merupakan kekuatan penangkapan ikan global. Dari sekitar 280 ribu ton hiu yang dilaporkan ditangkap pada tahun 2012, hampir 40 persen di antaranya ada di Uni Eropa. Kira-kira setara dengan berat 21 ribu bus tingkat.

"Reaksi saya terhadap kehancuran ini pertama-tama mendalam dan emosional. Hewan-hewan ini telah ada di planet ini selama lebih dari 400 juta tahun," pungkasnya.