Bagikan:

JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 'panas' setelah Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan agar dalam setiap acara di kementeriannya bisa diisi dengan doa dari semua agama.

Menurut PKS ada 2 penafsiran dalam usulan Menag Yaqut tersebut. Pertama, ada satu orang yang membacakan doa semua agama dan kedua, ada 6 orang yang bergiliran membacakan doa sesuai agamanya.

"Kemungkinan pertama termasuk kategori sinkretisme, yaitu mencampuradukan satu agama dengan agama lain. Setiap orang cukup membaca doa sesuai ajaran agamanya saja, tidak boleh dipaksa," 


"Kemungkinan kedua, ini masih mungkin dilaksanakan, namun pelaksanaannya akan menghabiskan waktu banyak dan anggaran berkali lipat," kata Indra Kusumah, Presiden GEMA Keadilan PKS yang di unggah akun twitter PKS, @PKSejahtera.

Pandangan PKS ini dikritik oleh mantan politisi Demokrat, Ferdinand Hutahaean lewat akun twitternya. Kata Ferdinand, PKS tidak memahami secara utuh apa yang disampaikan Menag.

"Sehingga menyebut SINKRETISME. Tidak ada pencampur adukan disana tapi memberi ruang yang sama bg semua pemeluk agama dalam acara2  @Kemenag_RI bkn acara2 agama," terang Ferdinand, @FerdinandHaean3

Dicuitan terakhirnya, Ferdinand memberikan kritikan pedas atas kekeliaruan PKS ini. "Marah tdk kalau dibilang sok pintar tp bodoh?" terang Ferdinand.

Kembali ke PKS, apa yang menjadi kebiasaan selama ini sebaiknya diteruskan saja. Pembacaan doa cukup oleh satu orang sesuai agama mayoritas yang hadir sedangkan yang lain menyesuaikan berdoa sesuai agama masing-masing.

Misalkan di Jawa Barat pembacaan doa biasanya oleh muslim, di Sulawesi Utara biasanya oleh Kristiani dan di Bali oleh pemuka agama Hindu.

"Peserta dari agama lain menyesuaikan berdoa sesuai ajaran agamanya. Itu toleransi. Semua saling menghormati tanpa harus mencampuradukan ajaran satu agama dengan agama lain." 

Terpisah Menag Yaqut Cholil Qoumas telah memberikan klarifikasi mengenai usulan ini. Menurut dia, doa semua agama hanya disampaikan untuk kegiatan rapat kerja nasional Kementerian Agama (Rakernas Kemenag), bukan untuk mengubah tata cara pembacaan doa dalam semua kegiatan.

"Itu pun hanya berlaku di Kementerian Agama pas Rakernas, di mana semua pegawai ikut, dan apakah saya mencoba mengubah praktik doa di acara kenegaraan? Tidak," kata Menteri Agama dalam rapat dengan Komisi VIII DPR di Jakarta dilansir dari Antara, Kamis, 8 April.