Pro-kontra Salat Tarawih Berjamaah di Masa Pandemi COVID-19
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Beberapa hari lagi, umat Islam akan memasuki bulan suci Ramadan. Tahun ini adalah kali kedua muslim dunia berpuasa di masa pandemi COVID-19. Tentunya menjadi pertanyaan apakah diizinkan beribadah secara berjamaah mengingat penyebaran COVID-19 belum mereda. 

Diluncurkannya program vaksinasi ternyata menjadi jalan untuk pemerintah pusat melonggarkan izin penyelanggaraan salat tarawih dan salat Idulfitri di masjid atau musala. 

Namun demikian, persoalan ini masih menuai pro kontra lantaran risiko penularan kasus baru masih menjadi momok. Ada perbedaan antara pemerintah, ormas islam dan juga kalangan dewan. 

Sebagian mempersilakan melangsungkan ibadah berjamaah dengan mematuhi protokol keshwatan ketat, sebagian menganjurkan pelaksanaan tarawih dilakukan dirumah saja. 

Lantas, bagaimana aturan menjalankan salat tarawih berjamaah tahun ini?

Pemerintah melalui Kementerian Agama telah menerbitkan Surat Edaran yang mengizinkan pelaksanaan salat tarawih dan salat Idulfitri 1442 Hijriyah secara berjamaah saat masa pandemi COVID-19 dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Kendati diperbolehkan, dalam Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2021 yang diterbitkan pada Senin, 5 April, pelaksanaan tarawih dan salat Idulfitri dibatasi hanya 50 persen dari total kapasitas tempat yang digunakan.

"Salat Idulfitri 1 Syawal 1442 H/2021 M dapat dilaksanakan di masjid atau di lapangan terbuka dengan memerhatikan protokol kesehatan secara ketat, kecuali jika perkembangan COVID-19 mengalami peningkatan berdasarkan pengumuman Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 untuk seluruh wilayah negeri atau pemerintah daerah di daerahnya masing-masing," demikian bunyi surat edaran yang ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. 

Meski demikian, pemerintah melalui Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy memberikan tiga ketentuan yang harus dipatuhi masyarakat.

Pertama, pelaksanaan salat tarawih harus tetap dengan menjalankan protokol kesehatan secara ketat.

Kedua, salat tarawih boleh dilakukan berjemaah di luar rumah, tetapi dengan peserta atau jemaah yang hanya terbatas pada komunitasnya atau di lingkup komunitasnya. 

Dengan begitu, jemaah dari luar lingkup komunitas diminta untuk tidak diperbolehkan mengikuti tarawih di komunitas itu.

Ketiga, pemerintah meminta agar dalam melaksanakan salat tarawih berjemaah ini diupayakan dibuat sesederhana mungkin.

Sementara, Pemerintah Provinsi melalui Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, menyatakan mempersilakan warga Ibu Kota untuk melaksanakan ibadah shalat tarawih di masjid ataupun musala.

Meski memperbolehkan warga untuk shalat tarawih di masjid, Riza meminta agar warga memperhatikan kapasitas yang ada agar aturan jaga jarak di rumah ibadah dapat dijalankan dengan baik.

Selain itu, Riza mengingatkan warga untuk tetap menerapkan aturan protokol kesehatan ketat lantaran pandemi COVID-19 belum dinyatakan berakhir.

Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin meminta pemerintah dalam hal ini, Kementerian Agama untuk menyosialisasikan standar dan prosedur pelaksanaan salat Tarawih berjamaah dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang ketat.

 “Kami mendorong Kemenag, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, dan pemda bersama aparat keamanan untuk melakukan pengawasan dan evaluasi berkala selama pelaksanaan salat tarawih berjamaah," ujar Azis dalam keterangan yang diterima Rabu, 7 April.

Menurut Azis, Kemenag, Satgas Penanganan COVID-19, dan pemda setempat perlu meningkatkan imbauan kepada masyarakat khususnya jemaah, agar tetap mematuhi prokes dan mematuhi segala imbauan yang diberikan guna mencegah adanya klaster baru penyebaran COVID-19.

"Tak kalah pentingnya, dewan kemakmuran masjid (DKM) agar menyediakan fasilitas prokes dan mengatur jarak warga pada saat pelaksanaan tarawih berjamaah dan salat idul fitri," jelas politikus Golkar itu. 

Azis juga mendorong Pemda dan Satgas COVID-19 untuk menghentikan pelaksanaan salat Tarawih berjamaah apabila ditemukan kasus baru pada pelaksanaannya di bulan Ramadan nanti.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan imbauan secara lisan terkait pelaksanaan ibadah Ramadhan di tengah pandemi virus corona (COVID-19). Tarawih bisa dilakukan di masjid secara berjamaah namun harus mematuhi protokol kesehatan.

"Salat tarawih dilakukan seperti protokol COVID-19. Kan Jumatan sudah jalan. Sama kayak gitu. Pokoknya kalau mau salat tarawih di masjid itu harus dengan protokol COVID-19," kata Ketua PBNU Marsudi Suhud.

Marsudi menuturkan bahwa imbauan pelaksanaan kegiatan selama Ramadhan masih merujuk pada imbauan yang dikeluarkan PBNU pada Ramadhan 2020 lalu.

Meski tarawih bisa dilakukan di masjid dengan mematuhi protokol kesehatan, PBNU tetap menganjurkan salat tarawih dilakukan di rumah.

Sementara, Pimpinan Pusat Muhammadiyah tegas mengimbau umat Islam untuk menjalankan ibadah salat berjemaah saat bulan Ramadhan di kediaman masing-masing. Khususnya, yang tinggal di daerah dimana terdapat kasus penularan COVID-19. 

Adapun hal itu tertuang dalam Surat Edaran tentang Tuntunan Ibadah Ramadhan 1442H/2021 Masehi.

"Tetap dilakukan di rumah masing-masing dalam rangka menghindarkan diri dari penularan virus corona," demikian salah satu kutipan surat edaran tersebut, yang dikutip Selasa, 6 April.

Sedangkan untuk umat Islam yang di daerahnya tidak ada penularan COVID-19 diperbolehkan untuk melaksanakan salat berjemaah di masjid. 

Kendati demikian, penerapan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, penggunaan masker dan mencuci tangan harus tetap dilakukan.

Muhammadiyah memperbolehkan umat Islam menjaga jarak dalam saf shalat selama masa pandemi COVID-19 dengan tujuan mencegah kemudharatan penularan.

Menggunakan masker saat shalat juga diperbolehkan untum mencegah penularan COVID-19. Selain itu, jemaah shalat juga terbatas hanya bagi masyarakat di sekitar masjid, musala atau langgar dengan pembatasan jumlah jemaah maksimal 30 persen dari kapasitas tempat atau sesuai arahan dari pihak yang berwenang.

Anak-anak, lansia, orang yang sedang sakit dan orang yang memiliki penyakit komorbid tidak dianjurkan mengikuti kegiatan berjemaah di masjid.

Para jemaah yang ingin shalat berjemaah juga diimbau membawa perlengkapan salat sendiri.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menilai, pemerintah harus memastikan setiap masjid maupun musala yang melaksanakan rangkaian ibadah selama Ramadan mempunyai satuan tugas internal penanganan COVID-19.

"Satgas COVID-19 rumah ibadah ini harus dibentuk. Mereka yang nantinya punya tanggung jawab mengawasi protokol kesehatan selama pelaksanaan ibadah saat Ramadan," kata Tri Selasa, 6 April 2021.

Tri Yunis memperkirakan pelaksanaan ibadah salat tarawih Ramadan tahun ini bakal lebih ramai jamaahnya. Sebab pemerintah tahun kemarin melarang penyelenggaraan tarawih di masjid maupun musala sebagai antisipasi penularan COVID-19.

"Tahun ini sudah dibolehkan meski anjurannya hanya komunitas warga setempat tapi tetap harus dipastikan protokol tetap dilaksanakannya," katanya.

Menurut Tri, salah satu yang harus dipastikan adalah pembatasan jamaah maksimal 50 persen kapasitas. Selain itu, protokol 3M yakni menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun juga wajib diterapkan selama pelaksanaan ibadah.

"Jadi pemerintah harus bisa mengantisipasi dan mengambil kebijakan yang tepat. Yang sekarang saya lihat kebijakan tarik ulur saja. Saat naik baru diketatkan, dan turun sedikit dilonggarkan lagi sehingga penanganan wabah COVID-19 ini tidak selesai-selesai," tandasnya.