Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut penangkapan terhadap salah seorang buronan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (PT BORN), Samin Tan, dilakukan di sebuah kafe.

Penangkapan dilakukan pada Senin, 5 April kemarin setelah menjadi buronan sejak 6 Mei 2020 lalu.

"Tim bergerak dan memantau keberadaan tersangka yang sedang berada di salah satu kafe di wilayah Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat dan langsung dilakukan penangkapan," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Selasa, 6 April.

Sebelum pengusaha ini ditangkap, KPK telah memasukkannya ke dalam daftar pencarian orang sejak April 2020.

"Dengan ditetapkannya tersangka SMT (Samin Tan) sebagai DPO, tim penyidik KPK dengan dibantu pihak Polri terus berkoordinasi dan aktif melakukan pencarian terhadap DPO tersebut antara lain dengan melakukan penggeledahan rumah di berbagai tempat di sekitar wilayah Jakarta," ungkapnya.

Berbagai upaya telah dilakukan KPK namun tak membuahkan hasil. Penyuap mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih ini baru berhasil ditangkap setelah komisi antirasuah mendapatkan informasi dari masyarakat.

"Tim penyidik KPK mendapat informasi dari masyarakat mengenai keberadaan tersangka yang berstatus DPO tersebut," tegasnya.

Selanjutnya, Samin dibawa ke Gedung KPK untuk diperiksa. Kemudian, dia akan ditahan selama 20 hari pertama di Rutan KPK Gedung Merah Putih KPK. Namun, akibat pandemi COVID-19, dia akan lebih dulu menjalani isolasi mandiri selama 14 hari di lingkungan Rutan KPK Cabang Kavling C1.

Adapun dalam kasus yang merupakan pengembangan perkara dari operasi tangkap tangan (OTT) Eni Maulani Saragih, Samin Tan diduga memberi suap agar dibantu proses pengurusan terminasi kontrak PKP2B PT AKT di Kementerian ESDM. PT AKT telah diakuisisi PT BORN.

Eni menyanggupi permintaan Samin Tan. Eni selaku anggota Panja Minerba di Komisi VII DPR RI bahkan menggunakan forum rapat dengar pendapat untuk memengaruhi pihak Kementerian ESDM.

Eni juga diduga meminta sejumlah uang kepada pengusaha itu untuk keperluan Pilkada suaminya, Muhammad Al Khadziq di Kabupaten Temanggung. Pemberian itu terjadi dalam dua tahap melalui staf Samin Tan dan tenaga ahli Eni.

Pemberian tahap pertama dilakukan pada 1 Juni 2018, sebanyak Rp4 miliar dan pemberian kedua terjadi pada 22 Juni 2018 sebanyak Rp1 miliar. Adapun suap yang diterima Eni dari Samin Tan sebanyak Rp5 miliar.

Atas perbuatannya, Samin Tan disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.