KPK Usut Alasan Samin Tan Lari Hingga Jadi Buronan
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto (DOK Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengusut alasan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (PT BORN), Samin Tan kabur hingga masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO). 

"Tentunya nanti kita akan kembangkan, kenapa sampai dia lari, dan bagaimana dia larinya," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Selasa, 6 April.

Karyoto menegaskan bukan tak mungkin akan dibuka penyidikan baru seperti dalam kasus eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Riezky Herbiyono. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Ferdy Yuman yang merupakan supir pribadi Nurhadi sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

"Karena seperti di kasus Nurhadi kan ada pihak yang kita ditetapkan dengan Pasal 21 (perintangan penyidikan, red)," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menangkap salah seorang buronan yaitu pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (PT BORN), Samin Tan. Penangkapan ini dilakukan berdasarkan laporan dari masyarakat.

Dia ditangkap di sebuah kafe di wilayah Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada Senin, 5 April kemarin setelah masuk ke dalam DPO sejak April 2020 lalu.

Samin saat ini akan ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih selama 20 hari ke depan. Namun, akibat pandemi COVID-19, dia akan lebih dulu menjalani isolasi mandiri selama 14 hari di lingkungan Rutan KPK Cabang Kavling C1.

Dalam kasus ini, Samin Tan diduga memberi suap Eni Maulani Saragih agar dibantu proses pengurusan terminasi kontrak PKP2B PT AKT di Kementerian ESDM. PT AKT telah diakuisisi PT BORN.

Eni menyanggupi permintaan Samin Tan. Eni selaku anggota Panja Minerba di Komisi VII DPR RI bahkan menggunakan forum rapat dengar pendapat untuk memengaruhi pihak Kementerian ESDM.

Saat itu, mantan politikus Partai Golkar ini diduga meminta sejumlah uang kepada pengusaha itu untuk keperluan Pilkada suaminya, Muhammad Al Khadziq di Kabupaten Temanggung. Pemberian itu terjadi dalam dua tahap melalui staf Samin Tan dan tenaga ahli Eni.

Pemberian tahap pertama dilakukan pada 1 Juni 2018, sebanyak Rp4 miliar dan pemberian kedua terjadi pada 22 Juni 2018 sebanyak Rp1 miliar. Adapun suap yang diterima Eni dari Samin Tan sebanyak Rp5 miliar.

Atas perbuatannya, Samin Tan disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.