Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut pencairan uang di Badan SAR Nasional (Basarnas) dari Agustinus Tri Setiawan selaku staf operator pada Bagian Keuangan Basarnas periode 2014.

Langkah ini untuk mengusut dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle dan atau pengadaan barang jasa lain periode 2012-2018.

“Saksi ATS hadir dan didalami terkait dengan pencairan anggaran di Basarnas,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 15 Oktober.

Tessa bilang pemeriksaan itu dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada Senin, 14 Oktober. ATS diperiksa dengan tiga saksi lainnya, yakni BW, AHP, dan SM.

Sementara dari informasi yang dihimpun, mereka adalah Bambang Wigati selaku Direktur PT Galang Artha Mandiri; Anang Hendri Prayogo selaku Kepala Seksi PHP Kantor Pertanahan Kota Bogor; dan Seri Maharani BR. Karo selaku Kasi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Kab. Bogor 1.

Dari para saksi itu, BW disebut Tessa tidak hadir karena telah berpindah alamat. Sementara untuk yang lainnya, AHP dan SM dicecar soal aset milik tersangka.

“Kedua saksi didalami terkait kepemilikan tanah tersangka,” ungkap juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

Diberitakan sebelumnya, KPK menahan eks Sestama Basarnas Max Ruland Boseke pada Selasa, 25 Juni. Dia berompi oranye karena jadi tersangka dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle dan atau pengadaan barang jasa lain periode 2012-2018.

Penahanan juga dilakukan terhadap dua tersangka lain. Mereka adalah Anjar Sulistiyono yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas dan William Sidarta yang merupakan Direktur CV Delima Mandiri.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu memerinci kasus ini berawal saat Basarnas mengajukan usulan Rencana Kerja Anggaran dan Kementerian (RKA-K/L) berdasarkan Rencana Strategis Badan SAR Nasional 2010-2014. “Salah satunya Pengadaan Truk Angkut Personil 4 WD sebesar Rp47, 6 miliar dan Rescue Carrier Vehicle sebesar Rp48,7 miliar,” jelasnya dalam konferensi pers, Selasa, 25 Juni.

Dari proses ini, Max kemudian menerima uang sebesar Rp2,5 miliar dalam bentuk ATM dan slip tarik tunai dari William. Dia kemudian memakai uang itu untuk membeli ikan hias dan belanja kebutuhan pribadi lainnya.

Akibat perbuatan para tersangka, negara kemudian merugi hingga Rp20,4 miliar. Mereka kemudian disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.