Bagikan:

JAKARTA - Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan Kapolri Jenderal Idham Aziz membahas beberapa hal yang berkaitan dengan kesiapan dalam penanganan COVID-19. Salah satu adalah soal nasib narapidana di dalam tahanan. 

Anggota komisi III Taufik Basari bertanya kepada Kapolri terkait penerapan physical distancing di sel tahanan yang kondisinya saat ini kelebihan kapasitas. 

"Bagaimana mereka bisa lakukan jaga jarak fisik apabila keadaan rutan masih dalam kondisi seperti ini. Nah karena itu Polri harus berani ambil tindakan ekstrim terkait soal penahanan ini," ucap Taufik dalam rapat kerja melalui teleconference, Selasa, 31 Maret.

Taufik mengusulkan Polri lebih selektif dalam memutuskan proses hukum dengan cara memilah berdasarkan klasifikasi tindak kejahatan mulai dari yang terparah hingga biasa. Bagi pelaku tindak pidana biasa, bisa dialihkan sebagai sebagai tahanan rumah atau bahkan dilepaskan. 

"Bisa digunakan subjektifitas penyidik untuk memilah mana yang bisa dialihkan menjadi tahanan rumah, mana yang hisa dialihkan menjadi tahanan kota, atau bahkan dibebaskan dari tahanan," papar Taufik.

Menanggapi pernyataan ini, Kapolri Jenderal Idham Azis menyebut, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly sudah berbicara dengan Presiden untuk membebaskan puluhan ribu narapidana di seluruh Indonesia di masa pandemi COVID-19 ini.

"Berdasarkan ratas kemarin, Bapak Menkumham sendiri sudah minta izin kepada bapak Presiden untuk mengeluarkan hampir 30 ribu penahanan di seluruh indonesia supaya mereka yang dengan klasifikasi kejahatan tersebut (dibebaskan)," kata Idham.

Idham menambahkan, untuk mengurangi beban jumlah narapidana, tindakan penahanan tersangka untuk kasus pidana selama pandemi COVID-19 akan menjadi pilihan terakhir. Ini juga berlaku pada perkara pembubaran kerumunan.

"Tentang kebijakan tahanan memang sejak awal saya sudah memgeluarkan kebijakan penehanaan dilakukan dalam keadaan yang sangat-sangat, upaya terakhir. Kalau penahanan dan itu sudah dilakukan dan sudah di TR kan oleh kabareskrim," tandas Idham.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan membebaskan sebagian narapidana dan anak-anak untuk mencegah penyebaran virus Corona atau Covid-19. Pembebasan sebagian narapidana itu akan melalui asimilasi dan pembebasan bersyarat.

Hal ini sesuai dengan surat keputusan bernomor M.HH -19.PK.01.04.04. Tahun 2020 yang berisi tentang pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi adalah upaya pencegahan dan penyelamatan narapidana dan anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara dari penyebaran Covid-19.

Namun, ada beberapa ketentuan atau aturan lainnya bagi narapidana dan anak yang akan dibebaskan melalui asimilasi. Pertama, bagi narapidana yang dua pertiga masa pidananya jatuh pada 31 Desember 2020 dan kemudian bagi anak setengah masa pidananya jatuh pada 31 Desember 2020.

Syarat kedua, yakni, narapidana dan anak tersebut tidak terikat dengan PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan tidak sedang menjalani subsider, serta bukan warga negara asing.

Sementara, ketentuan narapidana dan anak yang dibebaskan dengan cara integrasi, yakni pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang kebebasan adalah narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidananya. Sementara bagi anak adalah mereka yang telah menjalani setengah masa pidananya.