Bagikan:

JAKARTA - DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko menanggapi 3 opsi tawaran Andi Mallarangeng. Kubu Moeldoko mengaku 'Tak Selera' dengan pilihan yang diajukan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait keberlangsungan partai mercy.

Juru Bicara Partai Demokrat, Muhammad Rahmad, menilai opsi pertama Andi Mallarangeng yang menawarkan exit strategy adalah tawaran yang mencirikan seorang pengecut, plin plan, tidak tegas, dan tidak jujur atau pengkhianat.

"Kami tak berselera dengan opsi yang disampaikan Andi Mallarangeng, mantan sekjen partai yang tak lolos verifikasi yang kemudian masuk Partai Demokrat. Karena Pak Moeldoko adalah seorang kesatria dan prajurit sejati yang sudah teruji, berani mengambil resiko dan tanggung jawab, serta melindungi bawahan dalam segala situasi," ujar Rahmad dalam keterangan yang diterima VOI, Senin, 5 April.

Justru, Rahmad balik memberikan pilihan kepada mantan Menpora itu. Menurutnya, Moeldoko akan membuka tangan apabila Andi membutuhkan bantuan.

"Jika Andi Mallarangeng butuh teman diskusi, butuh perlindungan, butuh atasan yang tidak mengorbankan bawahan, Pak Moeldoko membuka jalan lebar untuk Andi Mallarangeng," ucapnya.

Kemudian opsi kedua soal pembentukan partai baru, Rahmad pun mempersilakan kubu AHY untuk merealisasikan tawaran Andi.

"Kami bersama tokoh-tokoh pendiri Partai Demokrat yang dulu mereka berdarah-darah mendirikan partai tahun 2001, mempersilahkan SBY untuk mendirikan partai baru," tegasnya.

Rahmad juga mengingatkan SBY agar jangan mengambil alih kepemilikan Partai Demokrat dari para pendiri dengan mengelabui para pengurus DPD dan DPC atas nama demokrasi.

"Terserah kepada SBY mau dikasih nama apa. Ada yang mengusulkan diberi nama PKC (Partai Keluarga Cikeas)," sindir Rahmad.

Sementara terkait opsi ketiga Andi yang menawarkan langkah melalui pengadilan, Rahmad menilai, itu adalah tawaran menarik dan serius untuk dijalankan.

Menurut Rahmad, AD/ART Partai Demokrat 2020 yang menjadikan SBY 'Dewa' penguasa tunggal di dalam partai adalah bertentangan dengan UU Partai Politik yang ditanda tangani SBY sendiri saat menjadi Presiden.

Tak hanya itu, kata Rahmad, bahkan nama 98 pendiri dihilangkan dari sejarah pendirian Partai Demokrat di AD/ART 2020 dan hanya diambil satu pendiri. 

"Ini tentu sangat menarik dibedah di pengadilan dan disaksikan jutaan masyarakat Indonesia dan dunia," katanya.

Menurut Rahmad, publik juga layak mengetahui bagaimana sesungguhnya konsep demokrasi yang dianut dan dipraktekkan SBY. Publik, kata dia, juga bisa menguji manifesto partai demokrat yang "katanya" bersih, cerdas dan santun.

"Yang selalu didengung-dengungkan SBY saat kampanye, saat memimpin partai dan bahkan sampai saat ini. Publik juga layak mengetahui secara terbuka apakah SBY sungguh-sungguh menjadi pendiri Partai Demokrat atau bukan," katanya.

Rahmad menyampaikan terima kasih kepada Andi karena sudah memberikan saran yang tepat untuk mengungkap demokrasi yang sesungguhnya di tubuh Partai Demokrat.

"Pak Moeldoko dan DPP Partai Demokrat berterima kasih kepada Andi Malarangeng yang telah memberikan saran yang tepat untuk mengembalikan Partai Demokrat menjadi milik rakyat, menjadi partai terbuka, dan sungguh sungguh memperjuangkan kepentingan rakyat," kata Rahmad menambahkan.