Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berupaya memulangkan eks anggota DPRD Indramayu periode 2014-2019 bernama Robiin, yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kini berada di perbatasan Myanmar.

Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja (Pentaker) Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Indramayu Asep Kurniawan di Indramayu, mengatakan Robiin dilaporkan mengalami penyekapan serta penyiksaan di negara tersebut.

Pemkab Indramayu, kata dia, segera mengirim surat resmi kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara itu serta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI untuk mempercepat upaya pemulangan Robiin.

“Kami sudah bertemu dengan istri korban, Ibu Yuli, yang menyampaikan kondisi terkini. Saat ini, Pemkab Indramayu siap membantu dengan segala upaya yang diperlukan,” ujar Asep dilansir ANTARA, Kamis, 10 Oktober.

Selain bersurat, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya agar proses evakuasi korban bisa segera terealisasi. 

Asep menjelaskan peristiwa ini kemungkinan besar merupakan kasus perdagangan orang, karena proses perekrutan korban untuk bekerja di luar negeri tidak sesuai prosedur.

Kendati demikian, dia menegaskan pemerintah daerah tetap berupaya maksimal agar kasus ini segera selesai dan korban bisa kembali ke Indonesia dalam kondisi selamat.

“Prioritas kami adalah pemulangan korban. Ini dugaan TPPO, tetapi mekanismenya tidak seperti biasanya, karena melibatkan perekrutan melalui media sosial yang sulit dilacak,” katanya.

Sementara Yuli Asmi, istri Robiin, mengungkapkan suaminya direkrut melalui sosial media Facebook pada September 2023 untuk bekerja sebagai admin HRD di sebuah perusahaan tekstil di Thailand.

Namun kenyataannya, lanjut dia, Robiin justru diselundupkan ke perbatasan Myanmar untuk dieksploitasi dan dipaksa bekerja pada sektor penipuan daring (online scamming).

"Awalnya suami saya dijanjikan gaji Rp16 juta per bulan, bonus, cuti, dan dibuatkan visa kerja. Namun, ternyata dia disekap di perbatasan Myanmar dan dipaksa bekerja sebagai bagian dari penipuan online,” ungkapnya.

 

Yuli menuturkan selama di Myanmar, Robiin diharuskan bekerja 18 hingga 20 jam per hari tanpa upah, dengan target harian yang sangat ketat.

Menurutnya, jika target tidak terpenuhi, Robiin akan dihukum secara fisik, termasuk dipukul dengan balok kayu dan disetrum.

"Terakhir, suami saya menghubungi rekannya pada 7 Oktober 2024, meminta bantuan untuk segera dievakuasi,” tuturnya.

Yuli menerangkan keluarganya kini berada dalam kondisi sulit. Tidak hanya suaminya diduga menjadi korban TPPO, tetapi juga karena ia harus mengambil alih peran sebagai pencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya.

Ia berharap agar pemerintah dapat segera mengevakuasi suaminya, sehingga bisa kembali ke Indonesia. 

“Kondisinya sangat buruk, tidak hanya karena kekerasan fisik. Dia sering tidak diberi makan selama tiga hari berturut-turut jika tidak mencapai target,” ucap dia.