Komnas HAM Tak Ingin Ada Impunitas Sindikat TPPO
ILUSTRASI ANTARA

Bagikan:

BADUNG - Komnas HAM tidak menginginkan ada impunitas bagi seluruh pelaku sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di ASEAN karena kejahatan itu dilakukan terorganisasi bahkan juga melibatkan oknum aparat penegak hukum.

“Kami perlu dorong agar para pelaku di semua level sindikat itu tidak lepas atau terjadi impunitas (tidak bisa dipidana),” kata Anggota Komnas HAM Anis Hidayah menjelang Konferensi Regional terkait TPPO ASEAN di Kuta, Bali,dilansir ANTARA, Senin, 6 November.

Ia mengharapkan pemangku kepentingan bergerak bersama memerangi perdagangan orang karena ia menilai negara di kawasan Asia Tenggara darurat TPPO.

Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.

Namun, cara kerja sindikat TPPO saat ini justru melibatkan oknum aparat, setelah Polda Metro Jaya menangkap 12 orang anggota sindikat TPPO jaringan internasional pada Kamis (20/7).

Sindikat itu melibatkan oknum anggota kepolisian dan petugas imigrasi dalam kasus penjualan organ ginjal di Kamboja.

Komnas HAM pun mengajak seluruh pemangku kepentingan memperkuat komitmen memberantas TPPO mengingat modus saat ini dalam merekrut para korban menggunakan teknologi atau media sosial salah satunya melalui Facebook.

Para korban dijanjikan pekerjaan tertentu namun ternyata mereka menjadi korban penipuan secara daring (scamming).

“Dalam satu tahun terakhir Kementerian Luar Negeri RI menangani dan merepatriasi korban scamming dari beberapa negara di ASEAN lebih dari 1.200 orang. Jadi ini situasi yang tidak biasa dan penting untuk direspons,” katanya.

Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), korban TPPO mengalami penahanan paspor, kontrak kerja yang tidak jelas, jam kerja berlebihan hingga kekerasan fisik dan verbal.

Sejak 2020, Kemenlu RI mencatat banyak WNI terjebak di perusahaan online scamming yang sebagian besar di kawasan Asia Tenggara dan mengalami eksploitasi.

Hingga Mei 2023, Kemenlu RI menangani 2.438 kasus WNI terjebak online scamming yang sekitar 50 persen atau 1.233 WNI di Kamboja.

Sisanya, di Myanmar sebanyak 205 WNI, Filipina (469), Laos (276), Thailand (187), Vietnam (34), Malaysia (30), Uni Emirat Arab (4).

Sedangkan pada 2022, Kemenlu RI memulangkan 425 WNI terjebak kasus sama, dan sayangnya, yang telah dipulangkan, ada yang kembali ke luar negeri untuk bekerja di sektor yang sama.