Bagikan:

JAKARTA – Komunitas Thrifting Indonesia (KTI) mengajukan permohonan resmi kepada Menteri Perdagangan RI agar memberikan solusi berupa diskresi terbatas atas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022.

Peraturan ini merupakan perubahan atas Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, yang mengakibatkan larangan impor pakaian thrifting.

Dalam surat bernomor 03/PusatKTI/IX/24, KTI menyampaikan alasan bahwa penggunaan dan penjualan pakaian bekas thrifting seharusnya tidak dilarang. Ketua Umum KTI, Aloysius Maria Tjahja Adji, berharap Menteri Perdagangan dapat bersikap bijak dalam menanggapi permohonan ini, mengingat pentingnya thrifting bagi ekonomi rakyat serta keberlanjutan lingkungan.

"Kami Pengurus yayasan menyatakan bahwa pakaian bekas justru mendukung ekonomi sirkular serta lebih ramah lingkungan karena dapat meminimalisir sampah rumah tangga,"katanya.

Berdasarkan survei, menunjukkan bahwa hampir 50% anak muda Indonesia telah mencoba thrifting, menandakan bahwa gaya hidup ini sudah menjadi tren populer di kalangan masyarakat. Menurut KTI, larangan impor pakaian bekas berdasarkan alasan merugikan industri tekstil nasional dianggap tidak tepat. Mereka mengklaim bahwa penurunan kinerja sejumlah pabrikan pakaian disebabkan oleh masalah keuangan dan manajemen internal, bukan semata-mata akibat persaingan dengan produk thrifting.

Lebih lanjut, KTI menyoroti anomali dalam kebijakan pemerintah yang mengizinkan impor alat-alat bekas seperti pesawat, kapal, dan alat medis, tetapi melarang impor pakaian bekas yang tidak menimbulkan risiko besar bagi pengguna. Mereka membandingkan kebijakan Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Timor Leste yang justru memanfaatkan impor pakaian bekas sebagai sumber pendapatan negara.

Kementerian Perindustrian menyebut bahwa ada lima subsektor industri yang nilai IKI-nya masih berada di bawah 50 atau disebut kontraksi sampai saat ini. Salah satunya adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengungkapkan, perlunya kebijakan pengetatan impor produk tekstil ilegal masuk ke Indonesia. Salah satunya penjualan baju bekas (thrifting). Hal ini menjadi penyebab utama subsektor tersebut belum keluar dari zona kontraksi.

"Kami berharap, ke depannya pengetatan terhadap thrifting tekstil itu masih akan tetap dilakukan. Sehingga, TPT bekas itu tidak masuk ke dalam pasar dalam negeri dan juga pengetatan untuk produk-produk TPT impor ke dalam negeri terutama yang jadi," tandasnya.