Bagikan:

JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menekankan bahwa isu karbon dilihat sebagai bentuk jasa penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam diskusi bersama Komisi IV DPR RI.

"Ada dispute dalam pemahamannya, disangkanya jual karbon adalah menjual semua karbon dari hutan kita. Padahal sebetulnya bagaimana jasa kita menurunkan emisi dan terus menerus menanam untuk menambah penyerapan karbon. Jadi kira-kira seperti itu," kata Menteri LHK Siti dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari Antara, Sabtu 21 September.

Berbicara dalam diskusi kelompok terfokus bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, Jumat kemarin (20/9), Siti menjelaskan terkait Nilai Ekonomi Karbon (NEK) penting untuk memegang prinsip yang sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 tabun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement. Hal itu memastikan kebijakan NEK Indonesia harus mengikuti ketentuan Perjanjian Paris.

Dengan demikian, katanya, ada dua sisi yang harus dilihat yaitu aspek persediaan dan permintaan. KLHK meyakini karbon bukan komoditas, tapi jasa aktivitas penurunan emisi dengan ukuran CO2 dengan supply atau persediaan bukan hanya stok dari alam untuk diperdagangkan, tetapi berupa jasa penurunan emisi karbon dari aktivitas, artinya bukan semata-mata carbon offset.

Siti menjelaskan ukuran NEK adalah pemenuhan target iklim tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah ditetapkan sebagai komitmen secara nasional kepada global. Kemudian, jasa karbon yang dihitung dengan CO2 haruslah dari high integrity environmentally atau yang berasal dari langkah berintegritas.

"Jadi bukan karbon asal-asal, karbon palsu, bukan asal pengakuan saja, sehingga bukan pula green washing. Di situ ada syaratnya transparan, akuntabel, akurat, comparable, komplit, dan konsisten," ujar Siti dalam diskusi bertema "Percepatan Pengembangan Nilai Ekonomi Karbon di Indonesia" itu.

Selanjutnya, Menteri Siti menyampaikan bahwa NEK merupakan mandat konstitusi sesuai Pasal 33 UUD 1945 yang menyebut ada mandat konstitusional rakyat, karena berasal dari sumber daya alam.

Dalam pengelolaan karbon juga ada hak manajemen/operasi dari pelaku usaha dalam rangka menurunkan emisi karbon, yang mendapatkan mandat dari negara melalui perizinan atau secara sukarela dari masyarakat dengan menanam pohon.

Terdapat pula hak ekonomi di mana NEK dapat memberikan manfaat secara ekonomi berupa pendapatan negara, yang saat ini masih perlu diformulasikan bersama Kementerian Keuangan.

Capaian angka karbon tersebut juga merefleksikan performa atau kapasitas Indonesia di antara negara-negara di dunia.

"Tidak perlu ada keraguan bahwa kita bisa bekerja dengan pengendalian emisi karbon sekaligus juga ekonomi bisa bertumbuh," demikian Siti Nurbaya.