Amerika Serikat dan 13 Negara Pertanyakan Laporan Investigasi Virus Corona di Wuhan
Ilustrasi. (ThisisEngineering RAEng /Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Amerika Serikat bersama dengan 13 negara menyampaikan pernyataan bersama, terkait keprihatinan dan pertanyaan atas laporan penyelidikan asal-usul virus corona di Wuhan, China, oleh tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Selain itu, pernyataan tersebut juga menyerukan evaluasi yang independen dan sepenuhnya transparan. Sementara, Uni Eropa juga menyerukan akses yang lebih baik bagi para peneliti dan penyelidikan lebih lanjut. 

Pernyataan ini disampaikan Pemerintah Amerika Serikat bersama Australia, Kanada, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Israel, Jepang, Latvia, Lithuania, Norwegia, Republik Korea, Slovenia dan Inggris.

Dalam pernyataannya pada Hari Selasa 30 Maret waktu setempat, Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki menyebut, Presiden Amerika Serikat Joe Biden percaya warga Amerika Serikat pantas mendapatkan informasi yang lebih baik, terkait asal-usul virus corona. 

"Saya pikir Ia (Presiden Joe Biden) percaya rakyat Amerika, komunitas global, ahli medis, dokter, semua orang yang telah bekerja untuk menyelamatkan nyawa, keluarga yang kehilangan orang yang dicintai. Semua berhak mendapatkan transparansi yang lebih besar," kata Psaki, melansir CNN.

"Mereka berhak mendapatkan informasi yang lebih baik. Mereka berhak mendapatkan langkah yang diambil oleh komunitas global untuk menyediakan itu," tambahnya sambil mengkritik China karena kurangnya transparansi, sambil meminta data dan jawaban kepada komunitas global.

Empat skenario

Laporan setebal 120 halaman yang dikeluarkan WHO menyatakan, skenario di mana virus menyebar melalui inang hewan perantara, mungkin hewan liar yang ditangkap dan kemudian dibesarkan di sebuah peternakan, sangat mungkin terjadi. 

Penyelidikan belum menemukan hewan lain apa yang terinfeksi oleh kelelawar, yang dianggap sebagai sumber asli virus yang paling mungkin, dan kemudian mungkin telah menularkannya ke manusia.

Skenario lain yang mungkin terjadi adalah penularan langsung dari salah satu hewan yang diketahui membawa virus corona serupa, seperti kelelawar atau trenggiling.

Dua skenario lain dianggap tidak mungkin. Laporan tersebut mengatakan, pengenalan melalui produk makanan dingin adalah 'jalur yang mungkin', sementara pengenalan melalui insiden laboratorium dianggap sebagai 'jalur yang sangat tidak mungkin'.

Tidak ada bukti yang mendukung teori laboratorium. Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kemarin mengatakan, tim WHO menyimpulkan itu adalah hipotesis yang paling tidak mungkin. Meski demikian, dia mengatakan, pihaknya akan terus menjajaki kemungkinan tersebut.

"Tim juga mengunjungi beberapa laboratorium di Wuhan dan mempertimbangkan kemungkinan virus memasuki populasi manusia, sebagai akibat dari insiden laboratorium," kata Tedros kepada negara-negara anggota dalam penjelasan tentang laporan tim yang berkunjung ke Wuhan, China tersebut.

"Meskipun tim telah menyimpulkan bahwa kebocoran laboratorium adalah hipotesis yang paling kecil kemungkinannya, hal ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut, berpotensi dengan misi tambahan yang melibatkan ahli spesialis, yang siap saya gunakan," terang Tedros. 

Dia menambahkan, dirinya tidak percaya penilaian WHO 'cukup ekstensif'. Karenanya, butuh data dan studi lebih lanjut akan diperlukan untuk mencapai kesimpulan yang lebih kuat.

Melansir Reuters, China menolak memberikan data mentah tentang kasus awal COVID-19 kepada tim yang dipimpin WHO, kata salah satu penyelidik tim, yang berpotensi mempersulit upaya untuk memahami bagaimana pandemi global dimulai.

Pernyataan bersama negara-negara tersebut mendukung studi lebih lanjut tentang hewan untuk menemukan bagaimana virus itu diperkenalkan ke manusia, dan menyerukan komitmen baru dari WHO dan negara-negara anggota untuk akses, transparansi, dan ketepatan waktu.