JAKARTA - Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memuji jeda terbatas dalam konflik Israel-Palestina sehingga anak-anak di Gaza bisa menjalani vaksinasi polio.
Mengutip CBN News, Kamis 5 September, Organisasi Kesehatan Dunia PBB alias WHO mencatat sejauh ini sebanyak 187.000 anak di Gaza telah divaksinasi polio, dengan target akhir 640.000.
WHO menggalakan vaksinasi polio di Gaza setelah melaporkan kasus polio untuk pertama kalinya dalam 25 tahun terkahir di Gaza.
Kasus polio itu menimpa bocah laki-laki berusia 10 bulan bernama Abdul Rahman yang sekarang salah satu kakinya lumpuh.
Dalam wawancara kepada CBS News belum lama ini, sang ibu Neveen Abu El Jidyan mengatakan tidak dapat berbuat banyak untuk putranya sejak terjangkit polio.
"Kami belum bisa memberinya perawatan apa pun. Kami tinggal di tenda dan tidak ada obat-obatan," kata El Jidyan, pada 27 Agustus.
"Abdul Rahman seharusnya divaksinasi pada hari pertama perang, tetapi rumah kami menjadi sasaran [serangan Israel] dan buku medisnya tertinggal di rumah. Kami berpindah dari satu tempat ke tempat lain, saya tidak bisa memberinya vaksinasi," sambungnya.
BACA JUGA:
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk urusan politik dan pembangunan perdamaian sekaligus Direktur Divisi Operasi dan Advokasi PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan, Edem Wosornu mengatakan, vaksinasi polio di tengah serangan Israel merupakan momen yang langka.
Namun, lanjut dia, hal ini menjadi secercah harapan seperti yang disampaikan oleh perwakilan dari Prancis, Inggris, Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lain.
"Ada tanda-tanda bahwa tujuan kemanusiaan dapat menginspirasi langkah-langkah positif," kata Wosornu di hadapan anggota tetap dewan PBB yang memiliki hak veto, dalam pertemuan pada Rabu 4 September.
WHO menyatakan kekhawatiran tentang penyebaran penyakit di wilayah yang dikepung serangan Israel. Itu karena agresi militer Israel telah menciptakan bencana kemanusiaan, dengan orang-orang berdesakan di kamp-kamp tenda kumuh dan air limbah kotor mengalir di jalan-jalan.
"Upaya vaksinasi ini menunjukkan adanya kemungkinan bagi para pelaku kemanusiaan bertindak di lapangan," ujar Duta Besar Prancis untuk PBB Nicolas de Rivière masih dalam pertemuan.
"Itu harus menjadi aturan," sambungnya.