DPR Adopsi Pendekatan Sosiokultural Dalam Penyusunan RUU PKS
Gedung DPR RI (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengatakan, anggota dewan akan mengadopsi pendekatan sosiokultural dalam menyusun Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Mengingat, fenomena 'gunung es' kasus kekerasan seksual yang selama ini terpendam dalam ruang-ruang privat dan kultural.

"Kami menimbang pendekatan sosiokultural," ujar Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 29 Maret.

Baleg DPR, juga akan secara komprehensif membahas rancangan tersebut. "Tenaga Ahli Baleg DPR sedang menyusun naskah akademik dan draf RUU PKS secara komprehensif berdasarkan masukan-masukan," kata Willy.

Sebetulnya, Willy mengungkapkan, Baleg DPR sudah memiliki naskah akademik (NA) dan draf RUU PKS. Namun semuanya bisa berubah karena mengadaptasi suara dan pendapat publik yang disampaikan kepada Baleg agar RUU tersebut dapat disusun secara komprehensif.

"Setelah mendengar masukan publik, kami akan membahas RUU PKS. Syarat pembahasan RUU itu kan harus ada NA dan draf RUU, dua hal itu sudah ada namun Baleg tidak mau mengulangi kesalahan yang sama sehingga kami mendengar masukan publik dari berbagai spektrum pemikiran," ungkapnya.

Dia menjelaskan, saat ini Baleg DPR dalam tahap menampung masukan semua elemen masyarakat termasuk RDPU dengan Komnas Perempuan yang memberikan kajian komprehensif yang disertai dengan NA dan draf RUU sebagai masukan.

Menurutnya, Komnas Perempuan juga memberikan elaborasi poin-poin penting dalam RUU PKS dan tanya jawab yang membantu Baleg DPR dalam mengatasi masalah miskomunikasi terkait RUU tersebut.

"Selain hal-hal substansial terkait RUU PKS, Komnas Perempuan juga memberikan 'tools' membantu masalah miskomunikasi RUU tersebut melalui 'QnA' (Questions and Answer.red) yang diberikan," kata politikus Partai NasDem itu.

Untuk perimbangan, tambah Willy, Baleg DPR juga akan mengundang kelompok-kelompok yang menolak RUU PKS untuk dimintai pendapat. Khususnya poin-poin keberatan penolakan, apakah masalah persepsi atau substansi RUU tersebut.