Bagikan:

JAKARTA - Anies Baswedan merasa sulit bergabung menjadi kader lantaran partai politik (parpol) saat ini tersandera oleh kekuasaan. Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Andriadi Achmad menilai, Anies harus introspeksi atas statusnya saat ini yang menjadi 'gelandangan politik' usai gagal diusung parpol maju Pilgub Jakarta 2024.

"Anies perlu introspeksi bahwa bergabung atau mendirikan parpol adalah sebuah keniscayaan untuk eksis sebagai tokoh politik," ujar Andriadi kepada VOI, Rabu, 4 September.

Sebetulnya, menurut Andriadi, dalam konstelasi politik saat ini tidak pas jika Anies memvonis dengan istilah 'semua parpol tersandera kekuasaan'. Sebab, kekuasan tak lepas dari partai politik.

"Jadi musti dipahami, partai politik butuh eksis dan survival ke depan. Jadi parpol harus memastikan untung rugi dalam menentukan sikap dan kebijakan," sebutnya.

Tetapi, lanjut Andriadi, Anies lupa pernah mendapatkan 'tiket gratis' dari PKS untuk mencalonkan diri sebagai calon gubernur pada Pilkada Jakarta 2017 lalu. Padahal PKS sudah rela memberikan tiket cawagubnya ke Anies saat berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada 2017 silam.

Begitupun pada Pilpres 2024 lalu, PKS harus ikhlas mendukung Anies yang berpasangan dengan Ketum PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

"(Pilkada) 2017 tiket gratis diberikan PKS bahkan tanpa kompensasi. Padahal sebelumnya, pasangan Pilkada Jakarta itu Sandiaga Uno-Mardani Ali Sera. Lalu kader PKS melepas tiket cawagubnya untuk Anies Baswedan. Bahkan setelah Sandiaga Uno mundur pun PKS tidak kebagian jatah Wagub," jelas Andriadi.

"Begitu juga di Pilpres 2024. Deklarasi Anies-Cak Imin tanpa konsultasi dan sepengetahuan anggota koalisi perubahan, Demokrat dan PKS. Tapi PKS tetap legowo mendukung Anies-Cak Imin," sambungnya.

PKS, tambah Andriadi, juga dengan tegas mendeklarasikan pasangan AMAN (Anies Baswedan - Sohibul Iman) untuk Jakarta pada awal Juni 2024. Namun Anies, justru tak mampu melengkapi ambang batas kursi (20 persen) untuk pencalonan karena PKS butuh 4 kursi lagi sehingga bubar jalan di awal Agustus.

Sebab parpol, kata Andriadi, PKS tentu punya hitungan politik untung-rugi saat mengambil sikap mendekati Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan mendukung Ridwan Kamil di Pilgub Jakarta. Sikap PKS ini kemudian dianggap seolah meninggalkan Anies dalam kontestasi Pilkada Jakarta 2024.  

"Bergabung dengan KIM, PKS mendapat jatah cawagub Suswono berpasangan dengan RK dan kemungkinan dapat posisi menteri di kabinet Prabowo - Gibran," kata Andriadi

Bahkan, NasDem dan PKB yang rencana semula mendukung Anies Baswedan di pilkada Jakarta 2024 malah berbalik arah masuk ke KIM.

"Wajar kalau PKS, PKB dan NasDem menarik diri untuk mencalonkan Anies dalam pilkada Jakarta 2024, karena Anies Baswedan bukan siapa-siapa dalam internal ketiga parpol tersebut," tegas Andriadi.

Karena itu menurutnya, posisi Anies Baswedan dalam posisi yang tidak beruntung secara politik di kontestasi Pilkada 2024, yaitu gagal dalam pencalonan Jakarta 1.

"Istilah yang tepat disematkan kepada Anies Baswedan saat ini sebagai gelandangan politik," pungkasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid merasa heran dengan pernyataan Anies Baswedan yang enggan masuk partai politik lantaran tersandera oleh kekuasaan. HNW pun mempertanyakan parpol mana yang saat ini disandera kekuasaan.

"Kalau kami PKS dalam faktanya kita dulu mencalonkan Pak Anies tahun 2017, tahun 2024 mencalonkan Pak Anies lagi kami tidak merasa tersandera, dan ketika kami mencalonkan pak Anies untuk pilgub di Jakarta, kami juga tak tersandera. Seandainya waktu itu pak Anies memenuhi 4 kursi, siapa yang tersandera, nggak ada yang tersandera kan," ujar HNW di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 3 September.

"Atau kalau misalnya MK membacakan putusan, kan itu sebetulnya tanggal 1 Agustus, tapi baru dibacakan 20 Agustus. Kalau dibacakan 5 Agustus saja, nggak ada yang tersandera tuh. Akan dengan sendirinya PKS mencalonkan pak Anies," sambungnya.

HNW lantas membeberkan bukti partainya tidak ikut disandera penguasa. Dia bilang, PKS bebas berkoalisi dengan partai manapun di Pilkada 2024.

"Tapi inilah yang terjadi sekarang, dan bahwa bukti PKS tidak tersandera, adalah bahwa di pilkada di luar Jakarta, PKS berkoalisi dengan pihak lain, tidak sepenuhnya dengan kekuasaan. Misalnya di Jabar kita dengan NasDem, misalnya di Sumbar kita dengan Gerindra, di Maluku Utara kita dengan h

hanura. Misalnya di Pilgub NTT dengan Demokrat, di mana tersanderanya?," kata HNW.

"Kami tidak merasa tersandera, kami bebas merdeka! Kami berkoalisi dengan berbagai kelompok, kadang malah sendirian, di Tangerang Selatan kami dilawan semua partai. Di Depok kami hanya berdua dengan Golkar, kami melawan semuanya, dimana tersanderanya, kami tidak merasa tersandera," tegasnya.

Apabila Anies gagal mencalonkan diri di Pilgub 2024, menurut HNW, itu realita yang terjadi mesti diterima mantan gubernur DKI Jakarta itu. Dia meminta Anies legowo dengan kenyataan yang ada.

"Bahwa pak Anies kemudian tidak mendapatkan perahu untuk berlayar, ya itu realita yang pak Anies sudah menerimanya dengan legowo, saya kira kita semuanya tidak perlu mempertajam dengan apalagi menyampaikan penilaian-penilaian yang sesungguhnya tidak proporsional," kata HNW.