JAKARTA - Setelah menempuh penerbangan sekitar 13 jam, pesawat ITA-Airways yang membawa Paus Fransiskus mendarat di Indonesia Hari Selasa, saat Ia memulai Perjalanan Apostolik ke-45 ke luar negari, perjalanan terpanjang sejauh ini dalam masa kepausannya dengan mengunjungi Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste dan Singapura.
Penerbangan tersebut tiba beberapa menit lebih awal di Bandara Internasional Jakarta Soekarno-Hatta, sekitar pukul 11:19, setelah sebelumnya lepas landas dari Bandara Internasional Fiumicino Roma pada pukul 5:32 waktu setempat Senin sore.
Tema kunjungan Paus Fransiskus kali ini adalah 'Iman, Persaudaraan, Kasih Sayang'.
Menteri Luar Negeri Vatikan Kardinal Pietro Parolin mengatakan, kedekatan merupakan ciri utama Kepausan Paus Fransiskus.
"Harapan pertama yang ada dalam hati Paus Fransiskus adalah perjumpaan: untuk bertemu langsung dengan orang-orang di negara-negara yang akan dikunjunginya," kata Kardinal Parolin ketika ditanya mengenai harapan Paus Fransiskus dari perjalanan kali ini, dilansir dari Vatican News 3 September.
"Dengan kata lain, ini tentang sekali lagi mengekspresikan tema kedekatan, sebuah konsep yang sangat mencirikan gaya kepausannya, dan yang perjalanan kerasulannya merupakan ekspresi yang signifikan: kedekatan untuk mendengarkan, kedekatan untuk berbagi beban kesulitan, penderitaan, dan harapan orang-orang, dan kedekatan untuk membawa semua orang sukacita, penghiburan, dan harapan Injil," lanjutnya.
"Jika diungkapkan dengan kata-kata Santo Paulus VI, saya akan mengatakan, semakin jauh secara geografis negara-negara yang dikunjunginya, semakin Bapa Suci merasakan urgensi ini dalam hatinya," tandasnya.
Lebih lanjut Kardinal Parolin mengatakan, Indonesia yang akan menjadi tujuan pertama perjalanan Paus kali ini dicirikan dengan keragaman budaya, denominasi dan tradisi agama. Realitas yang benar-benar pluralistik.
"Saya khususnya memikirkan Indonesia, di mana, sebagian berkat Pancasila, lima prinsip yang menjadi dasar negara ini, hubungan antara berbagai kelompok pada dasarnya ditandai oleh penerimaan terhadap yang lain, saling menghormati, dialog dan moderasi," katanya.
"Terhadap tekanan apa pun untuk mengubah situasi ini, terhadap godaan radikalisme, yang sayangnya, hadir di semua bagian dunia, kata-kata dan tindakan Bapa Suci akan menjadi undangan yang kuat dan mendesak untuk tidak meninggalkan jalan ini, dan itu akan membantu mempertahankan dan mendorong persaudaraan, yang, seperti yang suka dikatakannya, adalah persatuan dalam keberagaman," urainya.
"Prinsip ini juga harus memandu pendekatan terhadap masalah sosial dan politik yang menantang negara kepulauan yang besar ini," lanjutnya.
Ditanya mengenai apakah kunjungan ini akan membuka jembatan lain dan mempererat hubungan antara Takhta Suci dengan negara-negara Asia, Kardinal Parolin mengatakan, Singapura, yang sebagian besar penduduknya adalah etnis Tionghoa, sehingga menjadikannya tempat istimewa untuk terlibat dalam dialog dengan budaya dan masyarakat Tionghoa secara umum.
"Indonesia, sebagaimana disebutkan, adalah negara berpenduduk Muslim terbanyak. Kunjungan ke Jakarta dapat memberikan kesempatan yang baik untuk keterlibatan lebih lanjut dengan Islam, khususnya, tetapi tidak terbatas pada, komponen Islam di Asia," lanjutnya.
"Dua, yang akan segera menjadi tiga, (merujuk pada keanggotaan Timor Leste) dari negara-negara yang terlibat dalam kunjungan Kepausan tersebut adalah anggota ASEAN, sebuah komunitas yang juga mencakup negara-negara penting lainnya di kawasan tersebut seperti Vietnam dan Myanmar," katanya.
BACA JUGA:
"Kedekatan dan pesan perdamaian yang akan dibawa Paus Fransiskus selama perjalanan ini juga ditujukan kepada semua realitas ini," tandas Kardinal Parolin.
Diketahui, sebelum Paus Fransiskus, dua Paus yang pernah mengunjungi Indonesia adalah Paus Paulus VI pada tahun 1970 dan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989.
Kunjungan Apostolik ke Asia Tenggara ini merupakan kunjungan yang telah direncanakan oleh Paus Fransiskus sebelum Pandemi COVID-19.