MEDAN - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menetapkan tersangka baru dalam perkara dugaan korupsi peningkatan kapasitas ruas Jalan Provinsi Parsoburan-Batas Labuhanbatu Utara-Kabupaten Toba di Sumut tahun anggaran 2021 yang merugikan negara sekitar Rp5,13 miliar.
"Benar, tim penyidik Pidsus Kejati Sumut menetapkan seorang pria berinisial JT sebagai tersangka baru kasus dugaan korupsi tersebut," ucap Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut Yos A Tarigan, di Medan, dilansir ANTARA, Kamis, 29 Agustus.
Ia menyebutkan penetapan tersangka itu dilakukan setelah pemeriksaan terhadap berbagai saksi dan beberapa tersangka lainnya, sehingga tim penyidik menemukan alat bukti yang cukup.
"Tersangka JT diduga terlibat, dan aliran dana korupsi tersebut diduga mengalir ke tersangka," kata mantan Kasi Penkum Kejati Sumut itu.
Tim penyidik segera melakukan pemanggilan guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. "Saat ini tersangka belum ditahan, karena masih penetapan sebagai tersangka. Selanjutnya, penyidik akan memanggil JT untuk pemeriksaan lebih lanjut," jelasnya.
Kejati Sumut telah menetapkan tiga tersangka, yakni Bambang Pardede alias BP yang merupakan mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara selaku Kuasa Pengguna Anggaran.
Selain itu, Akbar Jainuddin Tanjung alias AJT selaku Direktur PT Eratama Putra Prakarsa (EPP), dan Rico Mananti Sianipar (RMS) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Ketiga tersangka saat ini telah ditahan di Rutan (Rumah Tahanan Negara) Tanjung Gusta Medan," ungkap Yos.
Dia juga menjelaskan, kasus ini berawal dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara yang melaksanakan lelang paket pekerjaan peningkatan kapasitas Jalan Provinsi Ruas Parsoburan-Batas Labuhanbatu Utara-Kabupaten Toba.
BACA JUGA:
Pengerjaan ruas jalan tersebut, menggunakan pagu anggaran yang dialokasikan sebesar Rp26,82 miliar bersumber dari APBD Sumatera Utara tahun anggaran 2021.
"Namun fakta di lapangan ditemukan, bahwa teknis pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara manual oleh pekerja PT EPP atau tidak sesuai spesifikasi teknis," jelas Yos.
Selain itu, penyidik Kejati Sumut juga menemukan kekurangan volume atas pekerjaan atau terjadi perbedaan antara pekerjaan di lapangan dengan yang tercantum dalam kontrak kerja, sehingga menimbulkan kelebihan bayar sekitar Rp5,13 miliar.
"Atas perbuatan para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) Subs Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," tegas Yos Tarigan.