Bagikan:

JAKARTA - Mahkamah Agung Venezuela pada Hari Kamis meratifikasi kemenangan petahana Nicolas Maduro dalam pemilihan presiden 28 Juli, yang mengukuhkan dukungan institusional terhadap partai yang berkuasa.

Mahkamah Agung telah meninjau materi dari otoritas Pemilu dan setuju Maduro memenangkan pemilihan, kata presiden pengadilan Caryslia Rodriguez, seraya menambahkan keputusan tersebut tidak dapat diajukan banding.

"Hasil pemilihan presiden pada 28 Juli yang dirilis oleh dewan pemilihan nasional, tempat Nicolas Maduro terpilih sebagai presiden republik, telah disahkan," kata Rodriguez, melansir Reuters 23 Agustus.

Salinan keputusan pengadilan akan dibagikan kepada jaksa agung, kata Rodriguez, sehingga dapat dimasukkan dalam penyelidikan kriminal yang sedang dilakukan terkait dugaan penyimpangan yang terkait dengan publikasi hasil pemilihan yang "diduga salah" secara daring.

Otoritas pemilihan telah mengatakan sejak malam pemilihan, petahana Maduro memenangkan lebih dari setengah suara, meskipun belum menerbitkan penghitungan lengkap.

Pengesahan tersebut memberi Maduro, yang menjabat pada tahun 2013, masa jabatan enam tahun lagi, yang akan dimulai pada bulan Januari.

Sementara, pihak oposisi telah menerbitkan secara daring apa yang disebutnya sebagai 83 persen penghitungan mesin pemungutan suara, yang memberikan dukungan sebesar 67 persen kepada kandidatnya Edmundo Gonzalez.

Mahkamah Agung tidak memiliki hak konstitusional untuk melaksanakan fungsi pemilihan apa pun, sehingga keputusannya batal, kata pihak oposisi.

"Kedaulatan berada di tangan rakyat dan tidak dapat dipindahtangankan. Organ negara berasal dari dan tunduk pada kedaulatan rakyat," kata Gonzalez dalam sebuah unggahan di media sosial setelah putusan tersebut.

Baik Gonzalez maupun pemimpin oposisi Maria Corina Machado tengah diselidiki atas sejumlah kejahatan, termasuk dugaan menghasut anggota militer untuk melakukan kejahatan, setelah mereka meminta pasukan keamanan untuk menegakkan hasil Pemilu.

Sejak pemungutan suara dan protes antipemerintah yang terjadi setelahnya, Pemerintahan Presiden Maduro telah melakukan apa yang oleh oposisi, kelompok hak asasi manusia, dan serikat pekerja disebut sebagai tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.

Tindakan tersebut mencakup penangkapan tokoh oposisi dan pengunjuk rasa, penyelidikan terhadap para pemimpin oposisi karena diduga menghasut militer untuk melakukan kejahatan, pengesahan undang-undang yang memperketat aturan tentang LSM, dan pengunduran diri paksa pegawai negeri yang diduga menganut pandangan pro-oposisi.

Setidaknya 23 pengunjuk rasa telah tewas dalam demonstrasi antipemerintah sejak pemilihan, dan sekitar 2.400 orang ditangkap, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa. Maduro mengatakan para demonstran adalah ekstremis dan fasis.

Banyak negara Barat telah mendesak publikasi hasil Pemilu secara lengkap. Sementara, Rusia, Tiongkok, dan negara-negara lain telah memberi selamat kepada Maduro atas kemenangannya.

Sumber-sumber mengatakan kepada Reuters, Amerika Serikat telah menyusun daftar sekitar 60 pejabat pemerintah dan anggota keluarga yang dapat menghadapi sanksi dalam tindakan hukuman pertama sejak pemungutan suara, tetapi sebagian besar solusi untuk krisis yang diajukan oleh masyarakat internasional telah diabaikan atau ditolak oleh pemerintah, oposisi, atau keduanya.