JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menegaskan jika ada yang mengingkari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka mereka melakukan pembangkangan terhadap konstitusi.
Hal ini diungkapkan Megawati dalam merespons kondisi terkini, di mana Badan Legislasi (Baleg) DPR menganulir keputusan MK terkait ambang batas pencalonan dan batas usia calon kepala daerah saat merevisi Undang-Undang Pilkada.
"Karena itulah, mengingkari keputusan MK, sama saja artinya dengan pelanggaran konstitusi," kata Megawati dalam pidatonya di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Agustus.
Megawati sempat membahas hal ini dengan mantan Ketua MK Mahfud MD. Kepada Megawati, Mahfud menjelaskan MK berwenang mengadili putusan yang bersifat final and mengikat (binding).
Hal ini tertuang dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Kalau ada orang yang akan menantang apa yang berbunyi di pasal-pasal ini, maka dia bukan orang Indonesia," tegas Megawati.
Presiden ke-5 RI ini menegaskan konstitusi lahir dari perjuangan para pendiri bangsa yang memerdekakan Indonesia. Sehingga, konstitusi adalah ekstraksi atau hasil pemikiran yang tidak bisa dibantah.
"Meskipun saat ini muncul berbagai upaya untuk mengeliminasi keputusan Mahkamah Konstitusi, selaku ketua umum PDI Perjuangan, saya menegaskan untuk taat sepenuhnya pada keputusan Mahkamah konstitusi," seru Megawati diiringi tepuk tangan para kader.
BACA JUGA:
Diketahui sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakat untuk membawa draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Rapat Paripurna.
Perubahan RUU Pilkada ini menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas syarat pencalonan di Pilkada. Serta batas usia calon kepala daerah harus 30 tahun.
Kesepakatan membawa draf RUU tentang Pilkada ke Rapat Paripurna itu diambil dalam rapat pandangan mini fraksi yang digelar setelah Rapat Panja RUU Pilkada pada Rabu, 21 Agustus.
Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik menyetujui perubahan RUU tersebut. Diantaranya Fraksi Gerindra, Demokrat, Golkar, PKS, NasDem, PAN, PKB, dan PPP. Hanya PDIP yang tak sepakat dengan revisi UU Pilkada.
Rencananya, rapat paripurna digelar pada Kamis, 22 Agustus pagi. Namun, rapat dibatalkan karena kehadiran Anggota DPR tak mencapai kuorum dan akan dijadwalkan kembali.
Sementara, banyak masyarakat dari berbagai kalangan menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI, mulai dari mahasiswa, buruh, komika, hingga selebtitas. Mereka menentang keputusan DPR yang merevisi UU Pilkada karena dianggap membangkang konstitusi.