Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri melihat kondisi bangsa di tengah tahapan Pilkada Serentak 2024 diwarnai dengan sandiwara.

Hal ini diungkapkan Megawati saat pidato di acara pengumuman calon kepala darerah yang diusung PDIP.

"Itu apa bangsa Indonesia ya, sekarang itu? Ya, terlalu gila ini yang namanya sandiwara Republik Indonesia," ucap Megawati di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Agustus.

Presiden ke-5 RI ini menegaskan para pendiri bangsa telah berjuang untuk memerdekakan Indonesia. Sementara, konstitusi yang ditetapkan adalah ekstraksi atau hasil pemikiran yang tidak bisa dibantah.

"Konstitusi itu selalu harus memiliki ruh. Apa artinya? Tidak boleh diganggu gugat oleh seorang manusia Indonesia karena itu bikinan para pendiri republik Indonesia," tegas Megawati

Di satu sisi, putri proklamator itu juga mengingatkan Presiden dan Wakil Presiden, sejak awal menjabat, telah mengambil sumpah untuk memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Itu makanya saya nanya, sebenarnya kami ini warga negara Indonesia apa bukan? Kalau warga negara Indonesia kok tidak disamakan oleh pemimpin bangsa, coba pikir," tambahnya.

Diketahui sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sepakat untuk membawa draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Rapat Paripurna.

Perubahan RUU Pilkada ini menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas syarat pencalonan di Pilkada. Serta batas usia calon kepala daerah harus 30 tahun.

Kesepakatan membawa draf RUU tentang Pilkada ke Rapat Paripurna itu diambil dalam rapat pandangan mini fraksi yang digelar setelah Rapat Panja RUU Pilkada pada Rabu, 21 Agustus.

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik menyetujui perubahan RUU tersebut. Diantaranya Fraksi Gerindra, Demokrat, Golkar, PKS, NasDem, PAN, PKB, dan PPP. Hanya PDIP yang tak sepakat dengan revisi UU Pilkada.

Rencananya, rapat paripurna digelar pada Kamis, 22 Agustus pagi. Namun, rapat dibatalkan karena kehadiran Anggota DPR tak mencapai kuorum dan akan dijadwalkan kembali.

Sementara, banyak masyarakat dari berbagai kalangan menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI, mulai dari mahasiswa, buruh, komika, hingga selebtitas. Mereka menentang keputusan DPR yang merevisi UU Pilkada karena dianggap membangkang konstitusi.