JAKARTA - Pemprov DKI berencana merealisasikan sistem jalan berbayar atau atau electronic road pricing (ERP) di sejumlah ruas jalan Ibu Kota. Kabarnya, jika diterapkan, ERP akan menjadi pengganti sistem ganjil-genap guna membatasi kepadatan kendaraan yang melintas.
Namun, Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo menyebut jika ERP direalisasikan, belum tentu penerapan ganjil-genap dihentikan.
"Perlu saya sampaikan bahwa bukan berarti begitu ada ERP, kemudian ganjil-genap di seluruh ruas jalan hilang. Tapi, bisa saja staging-nya (penerapannya) akan tetap jalan," kata Syafrin kepada wartawan, Rabu, 24 Maret.
Syafrin menuturkan, ketika sejumlah ruas jalan di Jakarta diterapkan ERP, beberapa ruas jalan lainnya tetap dilakukan penerapan sistem ganjil-genap. Hal ini demi mengoptimalkan pembatasan kuantitas kendaraan sehingga mengurangi kemacetan.
"Pada ruas tertentu akan diterapkan ERP, kemudian pada ruas jalan lainnya dalam rangka membatasi pergerakan ataupun jumlah kendaraan bermotor pribadi juga akan diterapkan ganjil-genap. Bisa dalam bentuk paralel seperti itu," jelas Syafrin.
Dalam perencanaannya, Syafrin menyebut saat ini Pemprov DKI tengah menyiapkan kajian komprehensif yang mengulas implementasi ERP. Syafrin tak mau ERP mengalami kendala jika telah direalisasikan. Sebab, program ini sempat tersendat sejak beberapa tahun lalu.
"ERP sudah dicoba sejak 2015. Banyak kendala, sehingga selalu gagal. Berdasarkan pengalaman kegagalan ini, seluruh dokumen kami review," ujar Syafrin.
"Kita harapkan tidak butuh waktu yang lama lagi, keseluruhan dokumen akan siap. Sehingga, kami bisa melakukan pelaksanaan lelang untuk implementasi ERP," lanjutnya.
BACA JUGA:
Mula masalah rencana ERP tersendat
Rencana pembuatan sistem jalan berbayar ini sejatinya telah didengungkan sejak tahun 2006, saat Gubernur DKI Jakarta dijabat oleh Sutiyoso. Kemudian, rencana ERP dimatangkan saat masa kepemimpinan Joko Widodo dan diteruskan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 2014. Di masa itu, penyiapan regulasi hingga proses tender dilakukan.
Pada kepemimpinan Anies, rencana pemberlakuan ERP kembali mangkrak karena dua peserta lelang, yakni Q Free ASA dan Kapsch TrafficCom AB mengundurkan diri hingga menyisakan satu vendor yakni PT Bali Towerindo Sentra.
Anies lalu meminta rekomendasi dari Kejaksaan Agung soal kelanjutan proses penerapan ERP. Hasilnya, Kejaksaan Agung merekomendasikan Anies mengulang proses lelang. Namun, rekomendasi ini tak bersifat wajib.
Pada Agustus 2019, Anies menyatakan pembahasan ERP akan dibahas ulang atau mengulang proses dari awal. PT Bali Towerindo Sentra tak terima. Mereka menggugat Anies ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Hasilnya, PTUN Jakarta memerintahkan Anies melanjutkan proses lelang yang telah berjalan.
Anies belum menyerah. Pemprov kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. Sayangnya, putusan PTTUN menguatkan putusan PTUN Jakarta.
Anies berusaha lagi dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). MA akhirnya memenangkan kasasi Anies. Anies berhak untuk melakukan lelang ulang dan membuka kesempatan pihak swasta lainnya dalam program ERP.