Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklarifikasi soal aturan penyediaan alat kontrasepsi kesehatan untuk remaja dan usia sekolah yang tertuang dalam Pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan (PP Kesehatan).

Juru Bicara Kemenkes Syahril menegaskan, penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah. Tujuannya agar menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan.

“Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil,” ucap Syahril dalam keterangannya, Selasa, 6 Agustus.

Sesuai dengan ketentuan dalam PP tersebut, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. Dengan demikian, penyediaan alat kontrasepsi tidak akan ditujukan kepada semua remaja.

"Pernikahan dini akan meningkatkan risiko kematian ibu dan anak. Risiko anak yang dilahirkan akan menjadi stunting juga sangat tinggi," tutur Syahril.

Syahril menyebut regulasi yang lebih teknis akan dituangkan dalam peraturan Menteri Kesehatan (permenkes) sebagai aturan turunan PP Kesehatan. Ia meminta masyarakat menunggu permenkes terbit agar bisa menginterpretasikan dengan persepsi yang benar.

"Aturan turunan tersebut juga akan memperjelas mengenai pemberian edukasi tentang keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja yang akan disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan usia anak," ucap Syahril.

Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang baru diterbitkan pemerintah mencakup beberapa program kesehatan termasuk sistem reproduksi.

Namun PP itu menjadi polemik karena antara lain mengatur mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi anak sekolah dan remaja. Pasal 103 ayat (1) PP itu menyebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Yang menjadi polemik terlihat di Ayat (4) butir “e” yaitu penyediaan alat kontrasepsi.

Alat kontrasepsi memang dapat melindungi diri dari berbagai risiko akibat hubungan seksual. Tapi peraturan ini bisa diartikan sebagai persetujuan hubungan di luar nikah atau bahkan seks bebas.

Mengenai penggunaan kondom atau alat kontrasepsi lainnya pada usia sekolah dan remaja menjadi perbincangan warganet. Responnya pun beragam.

Publik sebagian besar kontra dengan peraturan ini, karena tidak sesuai dengan norma-norma agama yang melarang seks di luar nikah. Tapi ada pula yang menganggap penyediaan alat kontrasepsi memiliki tujuan positif yaitu untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan dan mencegah penyakit menulai seksual.

Mereka yang kontra dengan penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja diwakili Netty Prasetiyani, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Komisi XI yang membidangi kesehatan dan kependudukan.

Netty berujar PP yang ditandatangani pada 27 Juli dapat menimbulkan anggapan pembolehan hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja.

“Aneh kalau anak usia sekolah dan remaja mau dibekali alat kontrasepsi. Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan?” ujar Netty.