Mempertimbangkan Masuknya KKB ke dalam Kelompok Organisasi Terorisme
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mempertimbangkan untuk memasukkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua termasuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) ke dalam kelompok organisasi teroris. Hal ini kemudian ditanggapi sejumlah pihak, termasuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan KontraS.

Deputi VII Badan Intelijen Wawan Purwanto menegaskan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua termasuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) sejajar dengan organisasi teroris.

Hal ini disampaikan untuk menanggapi pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar dalam rapat di DPR pada Senin, 22 Maret. Saat itu, Boy Rafli mengatakan, pihaknya sedang mempertimbangkan masuknya OPM ke dalam organisasi terorisme.

“KKB pada dasarnya sejajar dengan organisasi teroris yang menjadi musuh bersama dan harus ditindak tegas,” kata Wawan dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa, 23 Maret.

Wawan mengatakan, kejahatan yang dilakukan KKB selama ini sejajar dengan aksi terorisme dan sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. 

“Bahwa Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal,” ungkapnya.

Selain itu, jika melihat kondisi yang ada, jelas terlihat bahwa kelompok ini kerap memberikan ancaman dan melakukan tindak kekerasan terhadap masyarakat maupun aparat keamanan. Ancaman dengan senjata api ini, sambung Wawan, kerap menyebabkan korban jiwa hingga menimbulkan kerugian harta benda.

“Selain itu, KKB juga kerap mengintimidasi pejabat Pemda dan memaksa untuk mendukung aksinya. Aksi kekerasan yang dilakukan oleh KKB telah menimbulkan efek ketakutan yang meluas di kalangan masyarakat,” tegasnya.

Sehingga, sudah sepatutnya KKB masuk ke dalam kategori tindak terorisme. Wawan juga menilai, pertimbangan ini juga sudah disampaikan oleh sejumlah pihak.

“Hal tersebut tentunya tidak lepas dari fakta-fakta mengenai sepak terjang yang telah dilakukan oleh KKB selama ini,” ujarnya.

Dalam rapat bersama dengan Komisi III DPR, BNPT berencana mengusulkan KKB di Papua dan OPM sebagai organisasi terorisme. "Kami menggagas diskusi-diskusi dengan kementerian/lembaga berkaitan dengan masalah nomenklatur KKB," kata Kepala BNPT Komjen Boy Rafli, Senin, 22 Maret.

Rencananya, diskusi ini juga akan dilakukan bersama dengan Komnas HAM serta perwakilan di DPR untuk membahas peluang menetapkan KKB di Papua serta Tentara Pembebasan Nasional (TPN) dan OPM sebagai organisasi teroris.

"Kami ingin melihat peluang itu, kemudian memberi saran bagi Bapak Presiden (Joko Widodo) kenapa tidak OPM, TPN, KKB, yang banyak merenggut nyawa aparatur negara dan masyarakat sipil dikategorikan sebagai organisasi terlarang," ujar Boy Rafli.

Diskusi dan upaya membahas masalah ini perlu dilakukan demi didapatnya pemahaman yang objektif terhadap kelompok kriminal bersenjata serta organisasi separatis di Papua.

Karena itu, BNPT akan membuka peluang diskusi terkait dengan masalah itu bersama pihak lain. Sebab, penetapan KKB, OPM, atau kelompok lain sebagai organisasi teroris tidak dapat dilakukan hanya oleh BNPT.

BNPT jangan gegabah

Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin Al-Rahab mengingatkan jangan gegabah untuk memasukkan KKB ke dalam kategori kelompok teroris. BNPT, kata dia, harus melihat dan menilai kondisi di Papua secara keseluruhan.

“Saya rasa jangan gegabahlah dalam melihat dan menilai kondisi di Papua,” kata Amiruddin kepada wartawan, Selasa, 23 Maret.

Persoalan di Papua, sambungnya, harus dilihat secara serius karena sudah menimbulkan banyak korban jiwa.

Menurutnya, saat ini yang diperlukan adalah kajian yang mendalam dan tepat. Hal ini lebih penting agar penyelesaian konflik di Papua bisa cepat tercapai.

“Kajian yang lebih dalam dan serius harus dilakukan. Ruang-ruang komunikasi harus dibuka dengan melibatkan banyak pihak,” tegasnya.

“Jadi jangan terlalu emosional,” imbuhnya.

Sementara Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai KKB memang bisa saja dimasukkan ke dalam kelompok terorisme jika melihat UU Terorisme. 

Tapi, hal ini juga bisa terjadi pada kelompok lain karena definisi terorisme di dalam perundangan tersebut terlalu luas dan hal ini sudah dikritisi pihaknya sejak awal.

“Kalau dikatakan apakah memungkinkan atau tidak, jika dilihat dari definisi UU Terorisme itu bisa memungkinkan,” ungkapnya.

Kali ini, sambungnya, bisa saja hanya KKB termasuk OPM yang dimasukkan ke dalam kategori organisasi teroris. Namun, ke depan, bisa saja kejadian ini terjadi pada kelompok lain.

“Kali ini mungkin OPM, tapi kita tidak tahu mungkin ke depan kelompok-kelompok masyarakat yang mengkritisi pemerintah atau kelompok masyarakat yang melakukan kekerasan, baik itu berbasis agama atau sosial politik juga bisa dikatakan sebagai organisasi teroris,” tegasnya.

Lagipula, dia menilai, tidak semua yang tergabung dalam gerakan OPM menggunakan kekuatan bersenjata. Sehingga, hal ini menimbulkan pertanyaan tambahan.

“Jika gerakan OPM yang tidak menggunakan kekuatan bersenjata apakah akan dikatakan sebagai terorisme juga? Mengingat gerakan OPM ini ada beberapa afiliasi,” tegasnya.

Selain itu, pemerintah juga harus mengingat kewajiban pemulihan terhadap korban maupun pelaku jika akan memasukkan KKB ke dalam kelompok organisasi teroris.

“Jadi pertanyaan juga karena selama ini status Papua dengan adanya keterlibatan TNI/Polri di Papua itu tidak jelas, apakah dengan memasukan OPM sebagai terorisme adalah sebagai upaya pemerintah untuk melegalkan operasi-operasi yang sebenarnya sudah dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan TNI/Polri di Papua,” pungkasnya.