Bagikan:

JAKARTA - DPR RI menyoroti kebijakan Pemerintah terkait pangan olahan seperti makanan siap saji yang akan dikenakan cukai dengan tujuan guna mengendalikan konsumsi gula, garam dan lemak untuk mengurangi angka penyakit tidak menular. Komisi XI DPR RI meminta Pemerintah memastikan kebijakan ini tidak merugikan pelaku usaha kecil seperti UKM dan UMKM.

“Kami ingin Pemerintah memastikan kebijakan yang dikeluarkan tidak merugikan masyarakat. Meskipun tujuannya baik namun harus dipertimbangkan untung-ruginya,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI Charles Meikyansah, Kamis 1 Agustus.

Kebijakan makanan siap saji dikenakan cukai tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diteken pada 26 Juli 2024 oleh Presiden RI Joko Widodo.

Adapun kebijakan ini dikeluarkan sebagai upaya memperketat peredaran pangan olahan makanan siap saji atau fast food mengingat angka kasus penyakit tidak menular seperti diabetes hingga obesitas terus merangkak naik.

Aturan yang tertuang dalam Pasal 194 PP 28/2024 itu disebutkan bahwa pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Sedangkan yang dimaksud dengan pangan olahan siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan.

Jika disetujui usulan ini nantinya akan berlaku di semua tempat usaha atau di luar tempat usaha seperti pangan yang disajikan di jasa boga, hotel, restoran, rumah makan, kafetaria, kantin, kaki lima, gerai makanan keliling, dan penjaja makanan keliling atau usaha sejenis.

Charles pun mempertanyakan bagaimana implementasi dari pengenaan cukai ini kepada pelaku usaha kecil, terutama pedagang kaki lima (PKL) yang menyajikan makanan atau minuman cepat saji.

“Yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana implementasinya? Bagaimana pembebanan cukai ini terhadap pelaku usaha kecil?” tuturnya.

Charles mengingatkan agar kebijakan pembebanan cukai pada makanan cepat saji tidak meresahkan masyarakat, apalagi sampai merugikan.

“Untung pedagang UMKM yang menjual makanan siap saji kan belum tentu besar, apalagi pedagang keliling. Untuk biaya modal aja kadang belum tentu cukup. Apakah kebijakan ini akan efektif?” kata Charles.

“Mungkin bagi restoran cepat saji besar akan efektif, tapi belum tentu untuk industri-industri mikro. Harus ditelaah lagi, jangan sampai niat baik dari aturan ini justru membuat masyarakat jadi susah,” sambung Legislator dari dapil Jawa Timur IV itu.

Charles juga mengingatkan kemungkinan adanya kenaikan harga pada makanan akibat pembebanan cukai. Hal ini membuat yang terdampak bukan hanya pedagang, tapi juga masyarakat sebagai konsumen.

“Penerapan cukai ini bisa menambah beban biaya operasional bagi UMKM. Mereka akan kesulitan dan berada dalam posisi dilema apakah harus menaikkan harga jual produk atau keuntungannya yang sedikit akan semakin berkurang,” terang Charles.

Komisi di DPR yang membidangi urusan keuangan negara itu pun meminta Pemerintah melakukan pengkajian terhadap beleid itu. Charles menyebut pihaknya akan meminta penjelasan terkait hal ini kepada Pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai mitra Komisi XI DPR.

“Pada dasarnya kita mendukung kebijakan yang meningkatkan kualitas kehidupan rakyat,” tegasnya.

“Tapi harus jelas bagaimana mekanismenya dan seberapa besar kebermanfaatannya. Apakah sebanding dengan dampaknya yang dalam hal ini menyangkut pelaku-pelaku usaha kecil,” imbuh Charles.

Charles juga mengingatkan Pemerintah untuk menghadirkan kebijakan yang sepaket dengan solusi terhadap dampak yang muncul dari aturan itu.

“Pada case ini, bisa dengan penyediaan program dukungan dan insentif bagi usaha kecil dan menengah untuk membantu mereka beradaptasi dengan kebijakan baru ini, termasuk pelatihan dan pembinaan,” sebutnya.

Di sisi lain, Komisi XI berharap ada sosialisasi yang optimal sebelum kebijakan diterapkan. Masyarakat perlu memahami bagaimana kebijakan pengenaan cukai pada makanan cepat saji akan memberikan manfaat kembali kepada mereka.

"Pemerintah harus menjelaskan dengan transparan tujuan dan manfaat dari pengenaan cukai ini. Tentunya harus ada pembahasan bersama DPR,” jelas Charles.

“Adakah jaminan bahwa pendapatan dari cukai ini nantinya akan digunakan secara efektif untuk peningkatan kesejahteraan rakyat di antaranya untuk pengembangan infrastruktur publik, layanan kesehatan, dan pendidikan?" tutupnya.