Bagikan:

JAKARTA – Kembali ke Agustus 2019, ketika untuk kali pertama Presiden Joko Widodo mengumumkan niatnya untuk membangun ibu kota Indonesia yang baru. Ibu kota akan dipindahkan dari Jakarta ke sebuah kawasan hutan di Penajam, Paser Utara di Kalimantan Timur. Kota baru itu diberi nama IKN Nusantara.

Nusantara pada masa mendatang diharapkan menjadi kawasan unggulan untuk menggenjot perekonomian di luar Jawa, khususnya kawasan Indonesia Timur. Meskipun sejak awal banyak komentar bernada skeptis, Jokowi begeming. Megaproyek itu jalan terus di tengah hantaman kritik, mulai soal pembiayaan yang sangat mahal hingga masalah lingkungan.

Undang-undang No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara disahkan DPR dalam tempo kilat, usai dibahas hanya 43 hari. Tidak banyak digelar konsultasi publik, focus group discussion, dan semacamnya. UU tersebut membentuk Badan Otorita IKN yang bertugas mempersiapkan, membangun, merelokasi, dan mengelola wilayah ibu kota baru tersebut.

Istana Presiden di IKN Nusantara. (Otorita IKN)

Undang-undang baru tentang Ibu Kota Negara ini berada dalam wilayah abu-abu kebijakan desentralisasi di Indonesia. Pemimpin Nusantara nantinya akan ditunjuk langsung oleh Presiden dan tidak ada badan legislatif. Artinya, penduduk dengan KTP Nusantara tidak akan melakoni pilkada untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat di sana.

Tak banyak yang mengkritisi soal kondisi IKN tanpa demokrasi ini. Padahal, pemilihan kepala dan legislatif daerah merupakan salah satu ciri utama kebijakan desentralisasi, yang muncul sejak transisi demokrasi pada 1998.

Prinsip Semiotoriter

Terasa aneh DPR tidak mempertanyakan bahwa IKN Nusantara nantinya tak memiliki lembaga legislatif daerah. Anggota dewan justru langsung mengesahkan UU Ibu Kota Negara tanpa pengajuan keberatan.

Padahal banyak keluhan masyarakat adat sekitar, bahwa mereka tidak dilibatkan dalam rencana IKN Nusantara. Peran masyarakat justru direduksi dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2022, yang disahkan 18 April 2022.

Peran Masyarakat nantinya akan ditentukan lewat “forum komunitas” yang tidak jelas. Fakta tersebut membuat sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa pemerintah memang berniat menghindari pengawasan publik terhadap IKN Nusantara.

Penunjukan langsung pemimpin IKN Nusantara dan ketiadaan legislator dalam tata kelola pengaturan ibu kota baru, menunjukkan sikap pemerintah yang semiotoriter. Alasan demi efisiensi dan meritokrasi hanyalah kedok, agar prinsip semiotoriter tak terlihat mencolok.

Pengambilan keputusan apa pun yang berkaitan dengan IKN memang bakal cepat. Namun menghilangkan peran langsung masyarakat, memastikan bahwa IKN bukanlah kota yang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Hanya golongan elite politik dan bisnis serta pendukung die hard pemerintah yang bakal menikmati IKN Nusantara nantinya.

Distopia

Ahli tata kota dari University of Queensland, Australia, Dorina Pojani, menulis sebuah buku berjudul Trophy Cities. Buku itu diterbitkan saat pandemi COVID-19 pada 2021. Dalam bukunya Pojani menyebutkan bahwa, kebanyakan kota-kota baru yang dibuat setelah abad ke-20 mengalami kesalahan perencanaan,

“Ibu kota baru yang didirikan setelah tahun 1900 kebanyakan mengalami kesalahan besar dalam perencanaan. Kota-kota itu akhirnya membosankan, overpowering, underserviced, boros, dan ongkosnya terlalu mahal,” Pojani menuliskan dalam bukunya.

Pojani juga menyebutkan bahwa sebelum abad ke-20, ibu kota di dunia hanya ada 40. Namun setelah itu jumlahnya melonjak jadi 200 ibu kota, dan masih terus bertambah hingga kini.

“Cakupan kegagalannya luas. Ibu kota baru lebih menjadi ruang-ruang yang monumental, ketimbang ramah dan berdaya guna. Bukannya menjadi ruang milik bersama, ibu kota baru malah penuh kesenjangan sosial dan etnis. Singkatnya, ibu kota baru menjadi distopia, tempat yang menakutkan,” tulis Pojani lagi.

Presiden Jokowi dan sejumlah menteri meninjau kesiapan lapangan upacara Kemerdekaan RI 17 Agustus 2024 di IKN NUsantara. (Otorita IKN)

Meski pun dikabarkan Jokowi melibatkan banyak ahli perencanaan tata kota, Pojani tidak termasuk di dalamnya.

Belum dapat disimpulkan bahwa IKN Nusantara bakal menjadi distopia, namun memang pembangunannya tampak tersendat-sendat. Meskipun akses ke sana untuk media, terutama media asing, sangat dibatasi toh celah-celah ketidakberesan pembangunan IKN bocor juga.

Pengunduran diri Kepala Badan Otorita IKN, Bambang Susantono dan wakilnya Dhony Rahajoe menjadi satu penanda bahwa ada masalah dalam pembangunan calon ibu kota baru itu.

Masalah Investasi

Pembangunan IKN Nusantara yang menelan biaya hampir Rp500 triliun itu digembar-gemborkan bakal didanai investor asing. Penggunaan anggaran negara lewat APBN dikatakan akan sangat minim. Faktanya, hingga kini investasi asing masih zonk.

Bloomberg pada akhir 2022 membuat laporan yang menyebutkan bahwa tidak ada satu pun investor asing yang mengikat kontrak investasi di IKN Nusantara.

“Tidak ada satu pun pihak asing, baik negara maupun swasta, menandatangani kontrak yang mengikat untuk mendanai proyek tersebut,” tulis laporan Bloomberg.

Istana Presiden di IKN Nusantara pada malam hari. (Kementerian PUPR)

Januari 2020 dikabarkan SoftBank Corporation dari Jepang siap memberikan pinjaman 40 miliar dolar AS untuk pembangunan IKN. Staf korporasi bank tersebut didatangkan untuk menjajaki, namun pulang hanya dengan mengucapkan “tidak, terima kasih”.

Usaha Jokowi mencari pinjaman ke Australia juga gagal, meskipun dikabarkan Negeri Kanguru itu punya dana sebesar 3,5 triliun dolar Australia yang siap disalurkan. Upaya Jokowi ke China, Korea Selatan, dan beberapa negara Eropa juga belum membuahkan hasil.

“Investasi yang masuk di IKN sekarang pada tahap pertama itu adalah investasi PMDN semuanya. Belum ada PMA (penanaman modal asing) yang melakukan groundbreaking,” kata Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia dalam rapat bersama Komisi IV DPR pada 11 Juni 2024.

Presiden Joko Widodo bersama dengan Presiden PEA Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) di Qasr Al Watan, Abu Dhabi, PEA, Rabu (17/7/2024). ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden

Kunjungan Jokowi ke Uni Emirat Arab pada Juli ini juga belum menghasilkan investasi apa pun untuk IKN. Dari delapan nota kesepahaman yang ditandatangani antara Indonesia dengan UEA, tak satu pun berkaitan dengan IKN.

Sementara itu banyak yang memperkirakan bahwa pendanaan IKN Nusantara nantinya bakal diambil dari Jakarta. Meskipun sudah tak lagi berstatus Ibu Kota Negara, Jakarta tetap akan menjadi pusat perekonomian nasional. Pengelolaan bekas ibu kota ini akan dilakukan oleh Dewan Kawasan Aglomerasi, yang bertanggung jawab kepada Wakil Presiden RI yaitu Gibran Rakabuming Raka.