Bagikan:

JAKARTA – Tanaman kecubung tengah menjadi perbincangan akhir-akhir ini, karena dianggap menjadi penyebab puluhan orang di Banjarmasin, Kalimantan Selatan mengalami mabuk hingga dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Butuh edukasi kepada masyarakat bahwa tanaman kecubung berbahaya dikonsumsi.

Belum lama ini viral sebuah video di media sosial yang menyebut banyak orang mabuk akibat mengonsumsi buah kecubung. Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum di Kabupaten Banjar dilaporkan merawat hingga 47 pasien yang diduga akibat mabuk kecubung karena efeknya mirip seperti setelah memakan buah berwarna hijau ini.

Dua orang di antaranya bahkan meninggal dunia setelah dikabarkan mengoplos kecubung dengan alkohol dan obat-obatan.

Kepala BNNK Tabalong AKBP Tukiman memperlihatkan tanaman kecubung yang ditemukan di Desa Catur Karya Kecamatan Haruai, Tabalong, Kalimantan Selatan. (ANTARA/HO-BNNK Tabalong/am)

Namun setelah melakukan wawancara dengan pasien yang sadar, Psikiater Kolsultas Adiksi RSJ Sambang Lihum, Banjarmasin, Firdaus Yamani mengatakan bukan buah kecubung yang menyebabkan dua orang di Banjarmasin meninggal dunia, melainkan pil putih tanpa merk.

“Awalnya dikira mengonsumsi buah kecubung karena efeknya yang ditimbulkan mirip dengan buah kecubung,” kata Firdaus dalam Media Briefing yang diselenggarakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Jumat (19/7/2024).

Digunakan sebagai Obat Tradisional

Kecubung memiliki nama latin Datura fastuosa merupakan tanaman dari keluarga Solanaceae. Ciri-ciri kecubung antara lain bunga besar menjuntai dan bermahkota menyerupai terompet panjang kurang lebih 12-18 cm berwarna putih, kuning, krem, oranye, atau merah. Bentuk buah kecubung unik, berbentuk bulat, hijau, berduri berukuran sedang sebesar bola tenis dan di dalamnya berisi biji-biji kecil berwarna kuning kecokelatan.

Tanaman ini tumbuh liar di mana saja, di tempat terbuka dengan cahaya matahari penuh, padang rumput, semak terbuka, di tepi sungai, dari dataran rendah hingga 800 meter di atas permukaan laut.

Kecubung sebenarnya sudah lama digunakan untuk pengobatan tradisional di berbagai negara, terutama sebagai pestisida.

“Ada yang menggunakannya untuk pengobatan asma, batuk, muntah, nyeri, bius, dan lain-lain,” kata Firdaus.

Tangkapan layar seorang pemuda yang mengalami halusinasi setelah mengkonsumsi kecubung yang dicampur alkohol dan obat ilegal di Banjarmasin, Kalsel. (ANTARA)

Namun seringkali kecubung disalahgunakan masyarakat. Mengonsumsi kecubung secara asal dan berlebihan dapat memberikan efek mabuk dan halusinasi.

Firdaus mengatakan, kecubung memiliki efek hallusinogenic yang menyebabkan halusinasi. Ini disebabkan karena kecubung mengandung senyawa alkaloid tropan, seperti atropine, skopolamin, dan hiosiamin.

“Senyawa alkaloid ini ada di semua bagian tanaman kecubung, namun kadar tertinggi ada pada bagian bunga dan daun,” ujar Firdaus menjelaskan.

Karena ada efek halusinasi dan penyalahgunaan, penggunaan kecubung sebagai pengobatan menjadi terbatas. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan kecubung sebagai obat tradisional disebabkan karena adanya penyalahgunaan tanaman ini dan adanya efek halusinasi.

Disebabkan Pil Tanpa Merek

Kasus keracunan kecubung menurut Firdaus sudah ada sejak lama, namun sebelumnya hanya satu dua kasus, tidak seperti yang terjadi sekarang ini.

Badan Narkotika Nasional (BNN) pernah melakukan survei pada 2006 mengenai penyalahgunaan pemakaian dan peredaraan obat-obatan terlarang pada kelompok pelajar di 18 provinsi di Indonesia, ditemukan bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi tertinggi kasus penyalahgunaan kecubung.

Kasus keracunan kecubung juga terjadi di Amerika Serikat. American Association of Poison Control Centers melaporkan pada 1993 ada 318 kasus keracuna kecubung. Pada 2014 kasus keracunan tumbuhan anti-kolinergik ini dilaporkan sebesar 610 kasus.

Mengenai kasus meninggalnya dua orang di Banjarmasin yang disebut akibat mabuk kecubung, Firdaus memberikan penjelasan. Menurutnya, dua pasien tersebut meninggal bukan disebabkan tanaman kecubung, melainkan pil putih tanpa merk yang diduga memiliki efek mirip kecubung.

Kesimpulan ini didapatkan setelah melakukan wawancara dengan pasien lainnya yang telah sadar.

Psikiater Kolsultas Adiksi RSJ Sambang Lihum, Banjarmasin, Dr Firdaus Yamani, memberikan penjelasan terkait kasus meninggalnya dua pasien yang diduga karena mabuk tanaman kecubung. (Tangkapan layar Media Briefing IDI)

“Fakta lain yang kami dapatkan dari pasien lain yang sudah sadar yang sudah bisa diajak bicara sebagian besar mereka mengatakan mereka tidak mengonsumsi buah kecubung secara langsung, ternyata mereka konsumsi pil putih tanpa merk,” ujar Firdaus.

Ia menambahkan, pil putih itu didapat dari penjual obat yang menjadi langganan mereka mendapatkan pil Carnophen atau Zenith untuk mabuk. Firdaus menjelaskan, dua pil ini adalah obat yang mengandung PCC yaitu ParacetamolCaffeine, dan Carisoprodol. Pil ini sebenarnya obat untuk meredakan nyeri tulang, tapi disalahgunakan sebagai stimulan, obat dengan efek penenang.

“Karena efeknya sama seperti mengonsumsi buah kecubung, sehingga masyarakat mengira mereka konsumsi buah kecubung,” jelas Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) ini.

Saat ini, kandungan pil putih tanpa merek dan label tersebut sedang diteliti oleh BNN dan kepolisian.

"Karena efeknya mirip seperti buah kecubung, ada kemungkinan pil putih ini mengandung ekstrak kecubung. Namun, kepastiannya menunggu hasil penelitian BNN dan kepolisian," ucapnya.

Belum Ada Bukti Ilmiah

Walau diakui memiliki sejumlah manfaat, Firdaus menegaskan perlu penelitian lebih lanjut apakah betul-betul bermanfaat atau tidak karena secara ilmiah evidence-nya lemah.

Tanaman kecubung, dijelaskan Firdaus bisa menyebabkan kerusakan pada otak jika dikonsumsi berkali-kali. Selain itu pada kasus lebih berat bisa mengalami gangguan jiwa, halusinasi, fungsi kongnitif juga kacau.

“Jika dikonsumsi berlebihan bahkan bisa menyebabkan kematian, terjadi depresi pernapasan atau kelumpuhan otot napas,” tegasnya.

“Meski ini belum dimasukkan pemerintah sebagai narkotika, namun karena efeknya bisa menyebabkan kematian harus dijauhi. Ini sangat berbahaya. Perlu edukasi kepada masyarakat untuk menjauhi dan tidak mengonsumsi buah ini,” kata Firdaus menyudahi.