Bagikan:

JAKARTA - Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo membantah adanya diskriminasi yang dilakukan PT Transjakarta terhadap pembagian kuota pengadaan armada Mikrotrans pada operator mitra.

Hal ini merespons tuntutan aksi unjuk rasa para sopir armada yang tergabung dalam mitra JakLingko. Mereka mengeluhkan adanya satu operator mitra yang menjadi anak emas karena mendapat penyerapan jumlah armada paling banyak untuk beroperasi.

"Tidak (ada anak emas). Tentu jika kita melihat proporsionalnya, bahkan ada yang 90 sekian persen realisasinya, ada 75 persen, ada 65 persen," tegas Syafrin di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 30 Juli.

"Jadi, jika melihat itu, sebenarnya rekan-rekan Transjakarta sudah cukup proporsional," lanjut dia.

Namun, Syafrin mengaku tetap menerima aspirasi dari para sopir Mikrotrans untuk menjamin pemerataan pembagian kuota pengadaan armada yang tergabung dalam JakLingko.

"Dengan penetapan jumlah alokasi terhadap seluruh operator, itu akan dilaksanakan dengan secara proporsional oleh teman-teman Transjakarta termasuk di dalamnya juga perhitungan rupiah per kilometernya," ujar Syafrin.

Syafrin juga akan menindaklanjuti tuntutan mengenai peninjauan bersama untuk menyepakati nominal pembayaran rupiah per kilometer armada yang beroperasi mengangkut penumpang.

"Terkait dengan perhitungan rupiah per kilometer, itu harus berdasarkan kesepakatan bersama tentu di dalamnya ada perhitungan yang cermat termasuk kesepakatan terhadap parameter-parameter atau variabel-variabel yang menjadi pembentuk dari rupiah per kilometer yang nantinya akan ditetapkan," papar dia.

Demonstrasi sopir armada yang tergabung dalam mitra JakLingko/FOTO: Diah Ayu-VOI

Hari ini, ratusan sopir Mikrotrans menggelar aksi unjuk rasa di Balai Kota DKI Jakarta. Mereka juga membawa armada-armada yang diparkir di sepanjang Jalan Medan Merdeka Selatan. Kemacetan pun tak terhindarkan.

Para sopir Mikrotrans berdemo dengan sejumlah tuntutan. Salah satunya mengeluhkan pembagian kuota pengadaan Mikrotrans sebagai pengganti armada reguler seperti Metromini dan angkot untuk para operator yang sudah bermitra.

Para sopir ini menilai ada diskriminasi dari PT Transjakarta dalam kebijakan JakLingko. Dari 11 operator mitra, terdapat 1 operator yang dianakemaskan oleh Transjakarta karena mendapat kuota penyerapan armada paling banyak dibanding yang lainnya.

Kemudian, sopir Mikrotrans ini juga menuntut Transjakarta menyetujui pembayaran rupiah per kilometer armada yang mereka ajukan. Sebab, mereka dituntut untuk mengoperasikan armadannya dengan target 100 kilometer per hari dengan 28 hari kerja dalam satu bulan.