Bagikan:

JAKARTA - Sidang kasus produksi film porno di kawasan Jakarta Selatan terus bergulir. Sebanyak 12 terdakwa yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Sidang untuk hari ini beragendakan pemeriksaan saksi-saksi. Salah satu terdakwa yang menjalani persidangan hari ini yakni Fatra Ardianata alias AFL.

Kuasa hukum Fatra, Rendi Rumapea, mengatakan untuk sidang hari ini digelar tertutup lantaran terkait konten asusila.

"Jadi hari ini kita pemeriksaan saksi ya, saksi dari pemilik PH, sekaligus juga produser, dan juga pemilik," kata Rendi kepada wartawan di PN Jaksel, Senin, 29 Juli.

Rendi mengungkapkan jika kliennya Fatra tidak diberikan skrip saat proses syuting film di studio Kelas Bintang. Oleh sebab itu, Fatra tidak mengetahui alur cerita dari film tersebut.

"Ya dari keterangan klien kita, sebenarnya di dalam hal mereka melakukan ataupun sebagai aktor dalam film ini, mereka tidak diberikan skrip,” katanya

“Jadi ketika ada di lokasi syuting, mereka tidak dibekali dengan skrip, tidak ada juga kesempatan membaca dan mempelajari skrip, jadi semua on the spot," sambungnya.

Bahkan, kata Rendi, kliennya sempat menolak untuk melakukan adegan syur tersebut. Namun, pemilik PH tetap membujuk Fatra untuk syuting.

"Namun balik lagi, yang punya PH atau saksi membujuk kembali dan mengiming-imingi serta menyampaikan bahwa untuk judul yang sudah diadegankan, harus berbarengan dengan beberapa judul dulu, supaya ada pembayaran fee. Jadi fee-nya ditahan untuk judul pertama," ujar Rendi.

Oleh karena itu, Rendi pun menyebut kliennya hanya sebagai korban dalam kasus rumah produksi film porno ini. Karena baginya, kliennya benar-benar tidak mengetahui jika dipaksa melakukan adegan syur tersebut.

"Untuk sikap klien kita, dia merasa adalah korban penipuan, korban pemaksaan juga karena dari awal dia tidak mengetahui bahwa ini film adalah film yang mengarah pornografi. Jadi memang klien kita adalah korban atas adanya penipuan daripada PH itu," tutupnya