Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengusulkan tiga hal terkait konflik di Myanmar, menyusul kekecewaan terhadap implementasi Five Point Consensus (5PC).

Kekecewaan itu disampaikan Menlu Retno, lantaran menilai tidak adanya progres implementasi 5PC leh Myanmar, kata Kementerian Luar Negeri RI dalam keterangan Kamis 25 Juli.

Itu disampaikan Menlu Retno dalam Pertemuan Retreat dalam gelaran 7th ASEAN Foreign Ministers' Meeting (AMM) para Menteri Luar Negeri ASEAN di Vientiane, Laos pada Hari Kamis.

Lebih lanjut, Ia juga kembali menyampaikan mengenai situasi di Myanmar yang semakin buruk antara lain ditandai dengan, meningkatnya konflik internal yang sebabkan meningkatnya pengungsi internal; meningkatnya berbagai aktivitas kejahatan lintas batas, antara lain online scam dan perdagangan obat-obatan terlarang di mana korbannya mayoritas adalah warga negara Asia Tenggara. Data UNODC menunjukkan, terjadi peningkatan perdagangan opium di Myanmar.

"Kondisi yang semakin mengkhawatirkan ini mengharuskan semua negara anggota ASEAN, termasuk semua pihak di Myanmar, untuk mengembalikan perdagangan dan stabilitas di Myanmar," kata Menlu Retno.

Terkait dengan konflik Myanmar, Menlu Retno menyarankan beberapa hal.

Pertama, memastikan 5PC tetap menjadi referensi utama upaya ASEAN. Tanpa adanya kemajuan implementasi 5PC, maka partisipasi Myanmar untuk pertemuan Menlu dan KTT ASEAN perlu tetap dipertahankan (tidak ada perwakilan politis).

Kedua, perlunya memperbesar bantuan kemanusiaan. Menlu RI menyampaikan, tahun ini Indonesia telah memberikan bantuan kemanusiaan untuk Myanmar sebesar 500 ribu dolar AS untuk program rehabilitasi bagi orang dengan disabilitas melalui Palang Merah Internasional (ICRC). Indonesia juga akan menyalurkan vaksin polio pada September tahun ini.

Indonesia juga menyambut baik inisiatif bantuan kemanusiaan lintas batas dari Thailand, menekankan perlunya bantuan dilakukan secara inklusif dan transparan di semua level, dari perencanaan hingga implementasinya.

Menlu juga menyampaikan perlunya mekanisme informal Troika ASEAN untuk Myanmar dilanjutkan. Selain itu ia juga menegaskan perlunya sinergi ASEAN dengan Utsus PBB untuk Myanmar dalam mobilisasi dan pengelolaan bantuan untuk Myanmar.

"Indonesia juga mendukung akan diselenggarakannya Pertemuan para Utsus Myanmar," katanya.

Ketiga, Menlu Retno mengatakan perlunya memastikan dialog yang inklusif. Meski hingga saat ini belum ada keinginan dialog dari para stakeholders, namun Menlu Retno menegaskan, dialog yang inklusif adalah satu-satunya cara untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas yang lestari di Myanmar.

"ASEAN harus terus berupaya untuk mendorong dialog inklusif ini untuk membangun rasa saling percaya di antara stakeholders," tandasnya.