Bagikan:

JAKARTA - Sebanyak 40 orang tewas setelah kapal yang mereka tumpangi terbakar di lepas pantai Haiti awal pekan ini, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) melaporkan pada Jumat (19/7), mengutip otoritas setempat.

Kapal tersebut meninggalkan Haiti pada Rabu, 17 Juli, membawa lebih dari 80 migran menuju ke Turks dan Caicos, kata IOM. Sebanyak 41 orang yang selamat diselamatkan oleh Penjaga Pantai Haiti.

Grégoire Goodstein, kepala misi IOM di negara tersebut, menyalahkan tragedi tersebut sebagai penyebab meningkatnya krisis keamanan di Haiti dan kurangnya jalur migrasi yang aman dan legal.

“Situasi sosial-ekonomi Haiti sangat memprihatinkan. Kekerasan ekstrem selama beberapa bulan terakhir hanya membuat warga Haiti semakin mengambil tindakan yang nekat,” katanya dilansir CNN.

Haiti sedang bergulat dengan kekerasan geng, sistem kesehatan yang bobrok, dan kurangnya akses terhadap pasokan penting, menyebabkan banyak warga Haiti melakukan perjalanan berbahaya ke luar negeri.

Krisis di negara Karibia ini meningkat pada awal tahun ini ketika perang antar geng meledak, sehingga memaksa pemerintah pada saat itu mengundurkan diri. Jumlah upaya migrasi dengan perahu dari Haiti telah meningkat sejak saat itu, menurut data IOM.

Namun kekacauan yang terjadi di negara tersebut tidak menghentikan pemerintah negara tetangga untuk memulangkan puluhan ribu migran Haiti.

“Lebih dari 86.000 migran telah dipulangkan secara paksa ke Haiti oleh negara-negara tetangga pada tahun ini. Pada bulan Maret, meskipun terjadi peningkatan kekerasan dan penutupan bandara di seluruh negeri, pemulangan paksa meningkat sebesar 46 persen, mencapai 13.000 pemulangan paksa pada bulan Maret saja,” kata badan tersebut dalam pernyataannya.

Dalam beberapa minggu terakhir, penunjukan Perdana Menteri baru Garry Conille dan kedatangan beberapa ratus pasukan asing untuk mendukung Kepolisian Nasional Haiti telah menawarkan harapan baru untuk mengatasi krisis ini. Misi Dukungan Keamanan Multinasional (MSS) yang didukung Dewan Keamanan PBB, dipimpin oleh Kenya, kini mulai beroperasi di ibu kota Haiti, Port-au-Prince.