JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani menyesalkan insiden pemecatan ratusan guru honorer di DKI Jakarta secara sepihak melalui sistem 'cleansing' atau pembersihan. Ia mendorong pemerintah melakukan audiensi untuk mencari solusi terbaik dari hal tersebut.
“Saya sangat menyayangkan dengan adanya pemutusan kerja sama ratusan guru honorer DKI ini. Kami harap ada koordinasi yang intensif dari Pemerintah untuk memberikan penjelasan dan solusi yang adil terhadap masalah tersebut,” kata Puan, Kamis 18 Juli.
Puan menilai guru honorer merupakan tenaga pendidik yang memiliki keistimewaan yang sama dengan guru PNS sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sehingga perlu diperhatikan kesejahteraannya.
“Dan guru honorer ada karena kurangnya tenaga pendidik kita, jadi peran mereka juga besar," ujar cucu Bung Karno itu.
Berdasarkan keterangan Disdik DKI, ‘cleansing’ terhadap setidaknya 107 guru honorer itu dilakukan sebagai Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) BPK. Hal ini lantaran pihak sekolah mengangkat guru honorer tanpa rekomendasi dari Disdik.
Para guru honorer tersebut digaji dari dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Disdik DKI pun menyebut, temuan BPK menemukan bahwa peta kebutuhan guru honorer tidak sesuai dengan Permendikbud serta ketentuan sebagai penerima honor.
Terkait hal ini, Puan meminta agar Pemerintah, pihak sekolah, dan para guru honorer tersebut bisa duduk bersama untuk menemukan jalan terbaik.
“Harus ada klarifikasi terhadap permasalahan ini. Termasuk alasan sekolah memutuskan mengangkat para guru honorer tersebut itu kenapa? Apa karena memang kelebihan beban sehingga membutuhkan tenaga pendidik tambahan,” jelas Puan.
Menurut perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu, Pemerintah pusat bisa menjadi fasilitator demi keadilan bagi semua. Sebab, kata Puan, hal ini menyangkut nasib lebih dari 100 orang guru honorer yang telah berkontribusi terhadap pendidikan anak.
“Saya harap segera ada titik temu yang berkeadilan dan pembicaraan dapat dilakukan secara demokratis agar semua pihak dapat memahami posisi dan peran masing-masing,” ungkapnya.
“Jangan sampai karena pemutusan kerja sama secara mendadak ini, sekolah akhirnya kekurangan tenaga pengajar yang pada akhirnya berdampak pada anak-anak kita,” sambung Puan.
BACA JUGA:
Dia menambahkan, pemecatan guru honorer dengan istilah ‘cleansing’ itu juga tidak sesuai dengan semangat yang tengah dilakukan negara terkait perbaikan nasib guru honorer. Apalagi, Puan mengingatkan, Pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan penataan tenaga non-ASN.
“Artinya seharusnya nasib tenaga honorer, termasuk guru honorer, bisa membaik. Bukan justru mengalami kemunduran,” ucap mantan Menko PMK tersebut.
“Dan DPR melalui fungsi dan kewenangan kami juga terus melakukan upaya perbaikan nasib guru honorer. Baik dukungan dari legislasi, penganggaran, dan pengawasan pada kebijakan-kebijakan Pemerintah,” imbuh Puan.
Lebih lanjut, Legislator dari Dapil Jawa Tengah V itu mengingatkan saat ini Indonesia masih sangat membutuhkan tenaga pendidik yang berkualitas dan beradaptasi dengan kemajuan zaman. Dengan adanya kasus pemecatan guru honorer DKI, Puan berharap proses belajar mengajar di sekolah pada awal tahun ajaran baru ini tidak terhambat.
“Pastikan persoalan pemutusan kerja sama dengan guru honorer tersebut tidak berdampak negatif terhadap kualitas pelayanan pendidikan. Kebijakan Pemerintah harus tetap memperhatikan kebutuhan anak didik,” tegasnya.
“Tentunya kejadian ini dapat menjadi catatan untuk daerah lain agar penyediaan tenaga pendidik diselaraskan antara kebutuhan dengan mekanisme yang ada agar tidak perlu ada istilah cleansing guru di kemudian hari,” pungkasnya.