Bagikan:

JAKARTA - Saksi kasus dugaan korupsi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), Prasetyo Nugroho, menilai Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh pada awalnya terlihat bersikap "lurus" sebagai hakim agung, namun lama-lama bersikap aneh.

Prasetyo selaku mantan asisten Gazalba menyebutkan penilaian tersebut berdasarkan pendapat pribadi secara sekilas selama menjadi asisten Gazalba.

"Ini batin saya saja. Saya ngobrol sama teman begitu," ungkap Prasetyo dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis 18 Juli, disitat Antara.

Adapun saat diperdalam mengenai pertimbangannya menilai Gazalba seperti itu, Prasetyo tak menjelaskan lebih lanjut.

Dia pun mengatakan sehari-hari tak banyak mengobrol santai dengan Gazalba mengenai hal-hal di luar pekerjaan, sehingga hanya banyak berinteraksi mengenai pekerjaan saja.

Ia mengungkapkan sebelum menjabat sebagai hakim agung di kamar pidana, Gazalba merupakan hakim ad hoc di pengadilan daerah. Sebelum menjadi hakim, Gazalba berprofesi sebagai dosen.

Prasetyo bersaksi dalam kasus dugaan korupsi terkait penanganan perkara di MA dengan terdakwa Gazalba.

Dalam kasus tersebut, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total senilai Rp62,89 miliar terkait penanganan perkara di MA.

Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU terdiri atas 18.000 dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.

Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait dengan pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.

Uang gratifikasi itu diterima Gazalba bersama-sama dengan pengacara Ahmad Riyadh selaku penghubung antara Jawahirul dengan Gazalba pada 2022 usai pengucapan putusan perkara, di mana Gazalba menerima Rp200 juta dan Ahmad Riyadh menerima uang sebesar Rp450 juta, sehingga total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.

Selanjutnya uang hasil gratifikasi tersebut beserta uang dari penerimaan lain yang diterima Gazalba dijadikan dana untuk melakukan TPPU bersama-sama dengan kakak kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.

Dengan demikian, perbuatan Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.