Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Dave Laksono merespons wacana dihapusnya larangan TNI berkegiatan bisnis dalam UU TNI. Menurutnya, perlu ada aturan jelas mencabut larangan tersebut.

Menurut Dave, TNI memiliki peran dan tanggung jawab penting bahkan menjadi salah satu punggung utama menjaga stabilitas negara.

"Salah satu tugas pemerintah adalah memastikan kesejahteraan dan kebutuhan dasar setiap prajurit itu terpenuhi baik kebutuhan sehari-hari lalu sandang, pangan, papan," ujar Dave kepada wartawan, Rabu, 17 Juli.

Politikus Golkar itu menjelaskan, pada zaman Orde Baru saat perekonomian tidak stabil maka diizinkanlah sejumlah perusahaan bisnis yang dikelola yayasan TNI guna menyokong kebutuhan prajurit. Namun seiring waktu, dengan dihapuskannya privatisasi perusahaan TNI, maka banyak keluarga prajurit berbisnis.

"Bila TNI dicabut larangan berbisnis maka harus ada aturan yang menjelaskannya, aturan itu kan dibuat karena ada sebab, apakah dicabutnya itu sebabnya sudah tak ada masalah dulu selesai atau justru membuka cerita sama dengan era berbeda," kata Dave.

Oleh karena itu, Dave menilai, harus ada aturan jelas bisa Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI mengizinkan prajurit berbisnis.

"Jangan sampai profesionalitas TNI terganggu dan mereka awalnya bertugas menjaga keamanan malah berbalik sibuk mengurusi usaha masing-masing," kata Dave.

Sebelumnya, usulan penghapusan ini mencuat dalam acara Dengar Pendapat Publik RUU Perubahan UU TNI yang digelar Kemenko Polhukam pada Kamis, 11 Juli.

Dalam acara tersebut, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda (Laksda), Kresno Buntoro menjelaskan, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto telah menyurati Menko Polhukam Hadi Tjahjanto agar membahas beberapa pasal lain dalam Revisi UU TNI. Salah satunya adalah Pasal 39 huruf c.

Kresno mencontohkan istrinya yang memiliki usaha warung di rumah. Kata dia, hal itu membuat dirinya mau tidak mau terlibat dalam kegiatan itu.

"Kalau ini diterapkan maka saya kena hukuman. Prajurit dilarang terlibat di dalam bisnis. Istri saya, saya kan pasti mau enggak mau terlibat. Wong aku nganter belanja dan sebagainya. Terus apakah ini eksis? sekarang, kalau saya diperiksa saya bisa kena. Oleh karena itu kita sarankan ini dibuang," kata Kresno.

Kresno lantas menilai, yang seharusnya dilarang terlibat kegiatan bisnis adalah institusi TNI, bukan prajurit TNI.

"Tapi kalau prajurit, mau buka warung kelontong aja ndak. Ada driver saya setelah nganter saya. Kebetulan saya mendapat driver supir sekarang ini. Dia selesai Magrib, itu kadang-kadang, atau Sabtu-Minggu itu dia ngojek. Dia melakukan bisnis. Masa enggak boleh kayak begitu?" katanya.