Bagikan:

BENGKULU - Kejaksaan melimpahkan kasus korupsi pengelolaan anggaran Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mukomuko dengan tujuh tersangka ke Pengadilan Tinggi Tipikor Bengkulu.

"Sebelumnya, penyidik melimpahkan kasus korupsi pengelolaan anggaran RSUD ke JPU, kemudian JPU melakukan pelimpahan ke Pengadilan Tinggi Tipikor Bengkulu pada Senin (15 Juli)," kata Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Mukomuko Radiman dalam keterangannya di Mukomuko, Bengkulu, Rabu 17 Juli, disitat Antara.

Dia mengatakan, JPU menyerahkan sebanyak tujuh orang tersangka kasus korupsi pengelolaan anggaran RSUD Mukomuko anggaran 2016 hingga 2021.

Ketujuh tersangka pengelolaan anggaran RSUD Mukomuko tahun anggaran 2016 hingga 2021 ini adalah eks Direktur RSUD periode 2016–2020 inisial TA; mantan Bendahara Pengeluaran RSUD 2016–2019 inisial AF, dan eks Kabid Keuangan RSUD 2018–2021 inisial AT.

Selanjutnya, mantan Kabid Pelayanan Medis RSUD 2017–2021 inisial HI , mantan Kasi Perbendaharaan dan Verifikasi Bidang Keuangan RSUD Mukomuko 2016–2021 inisial KN, mantan Bendahara Pengeluaran RSUD periode 2020–2021 inisial JM, dan mantan Kabid Keuangan RSUD 2016–2018 inisial HF.

Selain melimpahkan tujuh orang tersangka dan barang bukti, JPU juga menyiapkan dakwaan terhadap para tersangka ini. “Untuk jadwal persidangan masih menunggu dari pihak pengadilan kapan dimulai persidangannya,” imbuhnya.

Terkait dengan proses pelimpahan kasus korupsi pengelolaan anggaran RSUD Mukomuko dari tahap kesatu ke tahap kedua cukup lama waktunya, ia menjelaskan hal tersebut terjadi karena banyaknya berkas dan barang bukti.

"Ada ribuan berkas yang harus disusun satu per satu, namun dalam proses penanganan kasus ini penyidik maksimal memakai masa penahanan maksimal selama 120 hari," ujarnya.

Mengenai adanya dugaan pihak lain yang terlibat dalam kasus korupsi RSUD ini, ia mengatakan institusinya akan terlihat pembuktian pada persidangan nanti.

Menurut dia, kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran rumah sakit daerah (RSUD) Mukomuko tahun anggaran 2016-2021 sebesar Rp4,8 miliar.

Dalam kasus kerugian negara sebesar Rp4,8 miliar itu, yakni belanja tidak dilaksanakan atau fiktif sebesar Rp1,1 miliar, belanja pertanggungjawaban lebih tinggi dari pengeluaran yang membengkak Rp490 juta, dan belanja yang tidak dilengkapi surat perintah jalan (SPJ) sebesar Rp3,1 miliar.