Bagikan:

BENGKULU - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Mukomuko telah mengantongi sejumlah nama mengarah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mukomuko di Bengkulu.

"Bulan Agustus ini sudah ada sejumlah nama yang mengarah sebagai tersangkanya, namun mereka belum kita tetapkan karena masih menunggu perhitungan kerugian negara," kata Kepala Kejari Mukomuko Rudi Iskandar di Mukomuko, Jumat 4 Agustus, disitat Antara.

Ia mengatakan institusinya sampai sekarang masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari kasus dugaan korupsi anggaran RSUD Mukomuko.

Kajari memperkirakan jumlah calon tersangka dalam kasus dugaan korupsi anggaran RSUD Mukomuko ini lebih dari tiga orang. Mereka ini pelaku utama dalam dugaan korupsi yang terjadi mulai tahun 2016 hingga 2021.

Sebelum penetapan tersangka korupsi anggaran RSUD, Kejari Mukomuko akan kembali memanggil mantan Direktur RSUD Mukomuko yang menjabat mulai tahun 2016-2021.

"Dalam waktu dekat mereka ini dipanggil dan dimintai keterangan terkait dugaan korupsi anggaran RSUD," ujarnya pula.

Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Kabupaten Agung Malik Rahman Hakim mengatakan penyidik sebelumnya telah memeriksa sebanyak 10 orang saksi yang juga sebagai pimpinan perusahaan pemasok obat.

Ia mengatakan penyidik melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan pemasok obat untuk mengetahui faktur penjualan dan pesanan obat-obatan yang diminta pihak RSUD.

Agung menjelaskan di dalam proses pemesanan obat ini ada yang dilakukan manajemen RSUD Mukomuko secara langsung dan ada juga yang berbelanja menggunakan sistem e-katalog.

Untuk jenis pesanan RSUD Mukomuko mulai dari obat generik hingga alat-alat kesehatan dengan rata-rata hasil pemeriksaan supplier obat sebelumnya yang telah menjalani pemeriksaan.

Meskipun obat-obatan tersebut telah dipesan oleh pihak RSUD, namun mereka belum membayarnya dan sampai sekarang masih berutang.

"Bukti pesanan memang ada dan ada juga utang, namun harus dibuktikan oleh pemasok obat terlebih dahulu karena waktu diperiksa mereka belum membawa faktur dan bukti tersebut," ujarnya.

Agung menyebutkan sejak tahun 2016 sampai Desember 2021, total kerugian negara yang awalnya diperkirakan Rp1 miliar, membengkak menjadi sekitar Rp2,5 miliar.